Dieng (Dihyang) berada di dataran tinggi dengan pemandangan elok, diibaratkan sebagai gunung suci tempat para dewa seperti Gunung Mahameru dan Kailasa India.
Sedangkan di Dieng banyak dijumpai jejak keagamaan Hindu, masyarakat Jawa Kuno, baik berupa bangunan suci (candi) maupun bangunan profan tempat para pejiarah atau jemaat.
Candi Dieng diberi nama tokoh pewayangan, menurut Bernet Kempers, ahli purbakala Belanda, nama tersebut diberikan pada abad 19.
Saat ini hanya ada sembilan candi tersisa di Dieng, yaitu Candi Bima, Candi Dwarawati, Candi Gatutkaca, Candi Setyaki serta Kelompok Candi Arjuna, terdiri dari Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, dan Candi Semar.
Sementara pengaruh India sebagai asal agama Hindu terlihat jelas di Candi Dieng, salah satunya di Candi Bima, dimana bentuk atap dipengaruhi dua gaya India, gaya India Utara dan Indoa Selatan.
Gaya India Utara tampak pada atap berbentuk menara tinggi (sikhara), sedangkan gaya India Selatan ditunjukkan adanya atap bertingkat dengan menara-menara sudut dan relung bentuk tapal kuda berhiaskan arca kudu.
Meskipun masih terpengaruh gaya India, namun hal itu menjadi satu keistimewaan yang dimiliki Candi Bima, karena sampai saat ini gabungan dua gaya itu hanya dijumpai di candi ini.
Editor : Bramantyo
Artikel Terkait