Keteguhan Gajah Mada dalam sikap dan tindakan ini, dibuktikan dengan upaya penaklukkan Kerajaan Bali. Kisah penaklukkan Kerajaan Bali, dimulai saat Raja Bali bergelar Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang memerintah pada 1337 M, tidak bersedia tunduk di bawah kekuasaan Majapahit.
Usaha Majapahit, untuk menundukkan Bali, tidaklah mudah. Kerajaan Bali mempunyai patih dan menteri yang memiliki kesaktian yang sangat tinggi, sehingga sulit ditaklukkan oleh pasukan dari kerajaan manapun.
Salah satu kesaktian itu, dimiliki oleh Patih Ki Kebo Iwa, dan Ki Pasung Grigis. Pimpinan Kerajaan Majapahit, akhirnya menggelar rapat serius sebelum memutuskan Gajah Mada melakukan penyerangan ke Bali.
Salah satu keputusan rapat pimpinan Majapahit, di bawah Raja Tribhuana Tunggadewi tersebut, adalah melenyapkan Kebo Iwa sebelum Gajah Mada memimpin pasukan Majapahit, menyerang Kerajaan Bali.
Upaya menyingkirkan Kebo Iwa, dilakukan dengan jalan muslihat. Yakni, Ratu Tribhuwana Tunggadewi mengutus Gajah Mada ke Bali, membawa surat yang isinya seakan-akan menginginkan persahabatan dengan Raja Bali.
Yaitu dengan mempersembahkan seorang putri Majapahit untuk dinikahi Kebo Iwa. Gajah Mada menjalankan tugas tersebut. Dia melakukan perjalanan ke Bali, dan sesampainya di sana, disambut oleh Patih Kerajaan Bali, Ki Pasung Grigis.
Dalam pertemuannya dengan Pasung Grigis, Gajah Mada menyampaikan maksud dan tujuannya ke Bali, karena diutus Ratu Tribhuwana Tunggadewi untuk menyampaikan surat kehadapan Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten.
Atas izin sang raja, kemudian Gajah Mada diperkenankan untuk menghadap ke istana. Dihadapan Raja Bali, Gajah Mada menyampaikan maksud kedatangannya, dan menyerahkan surat dari Ratu Tribhuwana Tunggadewi, yang isinya sang ratu menginginkan persahabatan dengan Raja Bali dengan mempersembahkan seorang putri Majapahit untuk dinikahi Kebo Iwa.
Melihat isi surat tersebut, Raja Bali sangat gembira hatinya. Sementara Kebo Iwa yang setia terhadap rajanya, memohon petunjuk dan persetujuan kepada raja, atas adanya tawaran dari Majapahit tersebut.
Editor : Dian Burhani