Dan karena sebenarnya sosok Buto Ijo sejenis dengan Gendruwo, Sri Sapawi menyebut bahwa syarat ritual yang dilakukan untuk memanggil mahluk ini juga hampir sama dengan gendruwo, yaitu menggunakan daging burung gagak atau ayam cemani.
Daging burung gagak atau ayam cemani itu dibakar sambil diiringi bacaan mantra tertentu di dalam goa sarang Buto Ijo. Aroma asap dari daging itulah yang kemudian memancing Buto Ijo keluar menunjukkan diri.
Namun selain daging burung gagak atau ayam cemani, si pelaku pesugihan juga perlu menyedian syarat lain berupa kembang tujuh rupa, kemenyan, serta darah dari ayam cemani atau burung gagak itu.
Sesaji-sesaji itu kemudian diletakkan di atas selembar kain mori untuk selanjutnya didoai. Tak lupa pelaku juga harus menyiapkan sebuah tempayan berisi air bersih, yang kemudian digunakan untuk menampung darah ayam cemani atau burung gagak itu.
Air bercampur darah iu nantinya harus diminum meski hanya seteguk, agar terjadi penyatuan energy antara si pelaku dengan sosok Buto Ijo yang dimintai bantuannya. Sehingga dengan begitu, maka si pelaku bisa dengan dengan mudah menjalin kontak dan meminta bantuan apapun pada Sang Buto Ijo.
“Dalam pertemuan dengan Buto Ijo itu nanti akan terjadi kesepakatan, terutama terkait kapan kompensasi tumbal akan diberikan. Dan bila waktunya memang sudah tiba, maka si pelaku wajib menyediakan tumbal itu. Sebab kalau tidak, maka Buto Ijo itu akan memangsanya sendiri,” tambah Sri Sapawi.
Yang menarik, Sri Sapawi juga menyebut bahwa Buto Ijo terbilang mahluk yang bodoh. Sehingga kemudian para pelaku pesugihan bisa menyiasati tumbal yang akan diberikan. Syarat tumbal yang akan diberikan kepada Buto Ijo memang tergantung kesepakatan. Tapi tetap tumbal itu adalah berupa nyawa.
Hanya saja menurut Dewi, Buto Ijo terbilang mahluk yang bodoh. Jadi dia kerap dibohongi oleh para pelaku pesugihan itu sendiri. Sehingga si pelaku tidak perlu khawatir saat ditagih untuk memberikan tumbal yang dijanjikan.
Dewi bisa tahu hal ini karena dia pernah bertemu dnegan sosok Buto Ijo yang menghuni komplek makam Syeh Joko. Saat itu kebetulan dia tengah melakukan meditasi sampai akhirnya dia harus terjaga karena adanya suara yang menyeramkan.
Dan begitu matanya dibuka, ternyata di depannya telah berdiri sesosok mahluk besar dengan tubuh berwarna hijau dan mata merah menyala. Menurut Dewi, wajah mahluk itu mirip wajah katak dengan tubuh gendut dan kuku panjang.
Taring dan giginya terlihat dengan jelas saat dia membuka mulutnya yang lebar. Sehingga mental siapapun pasti akan dibuat jatuh saat berhadapan dengan mahluk ini.
“Kalau umumnya para pelaku pesugihan bilang akan menyerahkan tumbal setelah ‘mantu ping pisan’ atau setelah menikahkan anaknya yang pertama. Maka kata-kata itu sebenarnya bisa disamarkan dengan kalimat ‘mantu pipisan’,” jelas wanita yang juga ahli meracik jamu ini.
Editor : Bramantyo