SRAGEN, iNewsbadung.id - Tradisi Tumbas Toya atau tradisi membeli air yang masih dilestarikan salah satu desa di Sragen ini belum banyak diketahui orang.
Tradisi yang tidak diketahui pasti kapan lahirnya ini, merupakan tradisi turun-temurun yang masih dilestarikan sebagian masyarakat Kalitengah, Sidodadi, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.
Di sela-sela menjalankan tradisi Tumbas Toya, Mbah Mulyo, secara khusus menceritakan kepada iNewsbadung.id terkait tradisi ini.
Menurut salah satu warga yang dituakan atau sesepuh yang selalu menjaga dan memimpin tradisi Tumbas Toya ini mengatakan, jika tradisi ini sering dilakukan beberapa masyarakat yang masih mempercayai.
Tradisi ini biasa dilakukan untuk selamatan menjelang pelaksanaan proses kehidupan, seperti mantu, mitoni atau tujuh bulan, kelahiran anak hingga selamatan orang meninggal.
Diawali dengan mempersiapkan sesaji atau sajen yang merupakan pelengkap atau sarana untuk penghantar doa dan membeli air, meliputi telur mentah, kacang hijau, cabe merah, bawang putih, bawang merah, bunga mawar dan uang receh Rp500.
Pelengkap doa ini diletakkan dalam satu tempat bernama takir, yang terbuat dari daun pisang, yang disemat dengan lidi, di mana diakui Mbah Mulyo sebagai alat untuk membeli air atau Tumbas Toya.
Tradisi Tumbas Toya ini juga dilengkapi dengan dupa harum, yang dianggapnya sebagai penghantar doa.
Setelah semua perlengkapan untuk Tumbas Toya siap, pemimpin pun melakukan doa, dengan mantra-mantra tersendiri, sambil menghadap sendang.
Usai menyelesaikan doa, pemimpin mengambil air dari dalam sendang yang sudah dipagar tinggi, sehingga tidak membahayakan orang saat melintas.
Sendang Sumur Bandung Sendang Mulyo, Kalitengah, Sidodadi, Masaran Sragen ini terletak di tengah-tengah kampung, berada di ujung jalan kecil, namun sudah diberi pagar, di mana di sekitarnya terdapat patung-patung binatang seperti harimau dan monyet, serta berdiri kokoh pohon beringin.
Untuk mendapatkan air dari sendang, sesepuh mengambil dengan bantuan ember yang ditarik tali, setelah itu air tersebut dimasukkan dalam botol bekas air mineral.
Prosesi tradisi Tumbas Toya belum selesai, karena sesudah mengambil air, sesepuh menuju nasi bancaan dalam tampah yang sudah disiapkan.
Nasi bancaan ini berisi nasi putih, tahu, tempe goreng, bakmi, sambel goreng cecek, srundeng, rempeyek kacang dan kerupuk, di mana sebelum dibagikan, nasi bancaan ini didoakan sesepuh.
Tradisi ini dilakukan agar seluruh warga Kalitengah jauh dari sakit penyakit, masalah, gangguan dan halangan, sehingga semua hajat yang akan dilaksanakan dapat berjalan lancar.
"Minta lancar, seger waras (sehat) pada mengku dukuh (yang memangku dukuh, momong sing mbau rekso, dan diparingi slamet (diberi keselamatan)," ujar Mbah Mulyo.
Selanjutnya, air sendang yang sudah dimasukkan botol dibawa sesepuh ke rumah pemilik hajat, diserahkan untuk memasak nasi.
Semoga tulisan tentang tradisi Tumbas Toya yang masih dilestarikan salah satu desa di Sragen, ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Silahkan share tulisan ini dan nantikan selalu tulisan-tulisan lain hanya di iNewsbadung.id agar semakin banyak orang mengetahui informasi menarik lainnya. ***
Editor : Asarela Astrid
Artikel Terkait