Politik sembako, atau pembagian bantuan kepada masyarakat menjelang pemilu, sering dianggap sebagai bentuk politik suap, di mana bantuan material digunakan untuk membeli dukungan suara dari masyarakat miskin.
Pada tingkat yang lebih fundamental, politik sembako merusak esensi demokrasi, kareba Pemilu seharusnya menjadi ajang kontestasi ide, visi dan program yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, bukan ajang kompetisi siapa yang memberikan bantuan lebih banyak.
SEMPAL juga mengabalisa, dalam konteks Solo, keterlibatan Gibran menambah ketidaknetralan proses pemilu, karena sebagai wakil presiden terpilih, kehadirannya dalam mendampingi paslon tertentu memberikan pengaruh negatif besar terhadap cara pandang demokrasi, bahwa politik boleh menghalalkan segala cara tanpa mengindahkan etika.
Masyarakat yang melihat Gibran mendampingi Respati dan Astrid dapat mudah mengasosiasikan kehadiran Gibran dengan dukungan langsung dari pemerintah pusat atau figur nasional yang sangat kuat.
Hal ini tentu menciptakan ketidakseimbangan dalam kompetisi politik dan merugikan paslon lain yang tidak memiliki akses ke figur nasional sekelas Gibran.
Lebih dari itu, keterlibatan Gibran juga menimbulkan pertanyaan tentang etika politik dan kepemimpinan yang seharusnya ditunjukkan.
Editor : Asarela Astrid