ACEH, Newsbadung.id - Tari Seudati dari Aceh, penuh makna tampil keren meski tampil tanpa musik ini banyak mengundang decak kagum saat dipentaskan.
Ya, tari Seudati memang sangat unik, karena tarian tradisional dari Aceh ini dibawakan tanpa iringan apapun, namun sangat keren dan menarik.
Berikut catatan iNewbadung.id, mengungkap makna tari Seudati dari Aceh, yang tetap keren meskipun disajikan tanpa musik, dikutip dari pariwisataindonesia.id.
1. Kesaksian dan Pengakuan
Berasal dari bahasa Arab yakni syahadat, tari Seudati memiliki arti bersaksi, dimana dalam agama Islam, syahadat adalah kesaksian dan pengakuan terhadap Allah dan Nabi Muhammad S.A.W.
2. Harmonis
Selain diartikan bersaksi, adapula yang mengatakan jika tari Seudati berasal dari kata seurasi, berarti kompak atau harmonis.
3. Media Dakwah
Tari Seudati awalnya digunakan sebagai media dakwah atau penyebaran agama Islam di daerah Aceh.
4. Acara Pariwisata dan Budaya
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, tari Seudati mulai dipentaskan tidak hanya sebagai media dakwah, namun juga mengisi acara, yakni pernikahan, festival budaya, serta promosi pariwisata.
5. Pernah Dilarang
Tari Seudati pernah dilarang di masa penjajahan Belanda, karena syair-syairnya dianggap mampu menumbuhkan semangat pemuda Aceh, sehingga dapat menimbulkan pemberontakan dan perlawanan.
6. Beberapa Pendapat
Ada pendapat mengatakan jika tari Seudati adalah tari tradisional dari daerah Pidie, tetapi ada juga yang berpendapat jika tari ini berkembang di daerah Aceh Utara.
7. Tanpa Alat Musik
Tidak ada alat musik yang digunakan sebagai pengiring tari Seudati, sebagai gantinya ada dua orang pelantun syair, disebut aneuk syahi menyanyikan syair-syair berisi ajaran agama dan nasehat kehidupan.
8. Penari Ikut Menyanyi
Namun pada kesempatan-kesempatan tertentu, para penari Seudati juga ikut menyanyikan syair-syair.
9. Jentikan Jari hingga Hentakan Kaki
Meskipun tidak ada pengiring alat musik, tari Seudati terlihat meriah karena adanya jentikan jari, tepukan telapak tangan di dada dan perut, dan hentakan kaki ke tanah.
Editor : Dian Burhani