Masjid Laweyan, Peninggalan Kasultanan Pajang yang Bersejarah dan Tertua di Surakarta

Airlangga Maryanto
Masjid Laweyan, masih terjaga hingga sekarang. Foto : Dinas Pariwisata Solo

SOLO, iNewsbadung.id - Masjid Laweyan adalah salah satu masjid bersejarah di Kota Surakarta, yang dibangun pada masa kekuasaan Kasultanan Pajang pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya. 

Masjid Laweyan ini berdiri lebih lama sebelum Masjid Agung Surakarta, yang juga menjadi salah satu masjid besar di Kota Solo. 

Dilansir iNewsbadung.id dari laman  Kemendikbud, Masjid Laweyan, peninggalan Kasultanan Pajang yang bersejarah dan tertua di Surakarta ini dibangun tahun 1546 pada masa Sultan Hadiwijaya, yang memegang tampuk pemerintahan di Kasultanan Pajang sekaligus cikal bakal  Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. 

Dimana setelah Panembahan Senopati memindahkan kekuasaan Pajang ke Mataram, sehingga Masjid Laweyan menjadi masjid tertua di Surakarta.
  
Berbeda dengan masjid lain yang mempunyai nama berbau Islam, masjid yang berada tepat di depan sungai ini mempunyai nama sesuai nama daerah didirikannya, yaitu Laweyan, sebuah  daerah yang cukup penting, berdekatan dengan Ibukota Kerajaan Pajang.

Keberadaan Masjid Laweyan bermula dari hijrahnya Kiai Ageng Henis atau Ki Ageng Ngenis dari Selo ke Pajang. 

Menurut Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Henis (Ki Ageng Ngenis) adalah putera Ki Ageng Selo yang sering disebut sebagai Selo Anom, guru dari Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya. 

Sehingga tidakmengherankan ketika Mas Karebat naik tahta Pajang, kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya, tidak melupakan jasa gurunya.

Ki Ageng Henis mulai bermukim di Laweyan tahun 1540, sedangkan pendirian masjid berlangsung selang beberapa tahun kemudian. 

Sebagai penganut Islam, Kiai Ageng Henis turut berperan mengembangkan Islam di wilayah Pajang, untuk misi itu Ki Ageng Henis mendirikan sebuah masjid yang juga berfungsi sebagai pusat kegiatan. 

Sebelum  menjadi masjid, bangunan ini adalah sebuah panggung tempat persembahyangan agama Hindu Jawa di bawah pimpinan Ki Ageng Beluk.

Konon,  saat itu terjadi pertemuan  antara Ki Ageng Beluk dengan Ki Ageng Henis, akhirnya tempat pemujaan kemudian diserahkan Ki Beluk kepada Ki Ageng Henis, yang kemudian berubah fungsi menjadi masjid.

Bermula dari peristiwa itu, maka bentuk bangunan masjid mirip seperti kelenteng jawa, yang menjadi ciri khas Masjid Laweyan, sehingga berbeda dengan bentuk masjid pada umumnya.

Ciri arsitektur Jawa ditemukan pula pada bentuk atap masjid, bentuk atap menggunakan tajuk atau bersusun, dimana atap Masjid Laweyan terdiri atas dua bagian bersusun.

Dinding Masjid Laweyan terbuat dari susunan batu bata dan semen, namun  penggunaan batu bata sebagai bahan dinding, baru digunakan masyarakat sekitar tahun 1800. 

Sebelum dibangun seperti sekarang, bahan-bahan bangunan masjid, sebagian menggunakan kayu, hal ini merupakan bukti bahwa dinding awal Masjid Laweyan adalah kayu, ditunjukkan adanya rumah pelindung makam kuno terbuat dari kayu.
 
Tata ruang Masjid Laweyan mengikuti tata ruang masjid Jawa umumnya, yakni ruang masjid dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ruang induk atau ruang utama, serambi kanan untuk kaum perempuan dan serambi kiri merupakan perluasan masjid untuk tempat shalat berjamaah. 

Terdapat tiga buah lorong di bagian depan masjid sebagai jalur masuk ke dalam Masjid Laweyan.

Tiga lorong itu merupakan perlambang tiga jalan dalam upaya menuju tata kehidupan yang bijak yakni Islam, Iman dan Ikhsan. 

Kekhasan lain terkait Masjid Laweyan adalah sebuah mata air sumur, di kompleks masjid, konon, mata air ini muncul dari injakan kaki Sunan Kalijaga, sehingga air sumur ini tidak pernah kering meskipun musim kemarau panjang. 

Masjid Laweyan yang didirikan Ki Ageng Henis, guru Sultan Hadiwijaya Pajang ini sampai saat ini masih dapat disaksikan berdiri kokoh di depan makamnya di daerah Laweyan. 

Namun disayangkan, karena telah mengalami beberapa kali perbaikan, sehingga bentuk asli Masjid Laweyan dahulu tidak dikenali lagi.

Secara umum bentuk masjid Laweyan beratap tumpang atau tingkat, mempunyai serambi dan ciri-ciri lain sebagaimana masjid lazimnya. 

Letak bangunan masjid berada sekitar dua meter dari atas tanah, sehingga membuat Masjid Laweyan tampak berwibawa. 

Sementara tahun pendirian relatif dekat dengan pendirian Masjid Agung Demak, yang juga didirikan pada masa Kerajaan Pajang, menjadikan masjid Laweyan sangat penting dari segi historis. 

Semoga Masjid Laweyan, peninggalan Kasultanan Pajang yang bersejarah dan tertua di Surakarta ini bermanfaat bagi para pembaca.

Nantikan tulisan lain hanya di iNewsbadung.id, serta silahkan share tulisan ini. ***

Editor : Asarela Astrid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network