Menurutnya, Taman Satwa Cikembulan Garut merupakan benteng terakhir bagi hewan-hewan yang tak lagi memiliki habitat dan hewan dengan harapan hidup pendek.
"Dinamika hewan adalah hidup dan mati, hewan yang memasuki usia tua akan sangat percuma jika dilepasliarkan, terlebih jika hewan tersebut tak lagi memiliki habitat seperti singa. Jika hewan itu mati dan kami telah berusaha maksimal, setidaknya kami tidak akan begitu menyesali karena kami sudah bekerja," ucapnya.
Ia mengatakan hewan-hewan yang menjalani rehabilitasi di Taman Satwa Cikembulan pada umumnya adalah hewan dilindungi yang menjadi korban konflik akibat perburuan liar seperti dipelihara masyarakat, hingga hewan yang terluka akibat terkena jebakan di hutan.
Saat menjalani rehabilitasi, pihaknya akan berupaya mempertahankan sikap dan perilaku satwa dilindungi tersebut, agar ketika pulih hewan ini dapat dilepas kembali ke alam bebas.
"Dari segi pengobatan, kami berupaya untuk menghindari obat-obat untuk dalam tubuh, melainkan hanya obat luar saja agar hewan ini sembuh secara alami seperti di habitat aslinya. Lalu karena hewan yang direhabilitasi adalah hewan liar, maka untuk menjaga perilakunya itu kami memberi makan sesuai di alam bebas, yaitu makanan hidup, agar kemampuan berburunya tetap terjaga meski dia berada di dalam kandang," katanya.
Rudy Arifin menjelaskan, apabila hewan liar yang dirawat diberi makanan yang berbeda dengan kebiasaannya di alam bebas, seperti jenis hewan karnivora diberi daging segar yang sudah dipotong, maka hal tersebut secara tidak langsung akan mengubah perilaku hewan tersebut. Perilaku yang berubah ini pada akhirnya akan membuat hewan kesulitan untuk menjalani hidup di alam bebas.
"Secara tidak langsung hewan ini akan menjadi ketergantungan dan tidak mandiri. Di sisi lain, ketika di alam bebas mencium daging segar di wilayah yang ada manusianya, dia akan berani menyerang dan tentu saja ini akan menjadi masalah baru," papar Rudy Arifin.
Rudy Arifin pun mengungkapkan, hewan yang layak untuk dilepasliarkan adalah hewan yang berkondisi secara fisik sepenuhnya dinyatakan pulih. Salah satu contoh hewan liar yang sempat menjalani rehabilitasi di Taman Satwa Cikembulan adalah seekor macan tutul dari kawasan TWA Kamojang beberapa waktu lalu.
"Hewan itu mengalami luka karena terjerat jebakan yang dibuat pemburu babi hutan. Karena memang memiliki habitat, dia kami lepasliarkan kembali setelah lukanya sembuh," katanya.
Kebun binatang yang didirikan sejak 1998 dan dibuka untuk umum pada 2009 ini menampung sekira 430 ekor hewan. Sebanyak 60 persen dari jumlah total hewan tersebut, merupakan spesies satwa yang dilindungi.
Dalam perjalanannya, luas wilayah Taman Satwa Cikembulan bertambah dari semula hanya 2 hektare (ha), menjadi 5 ha. Hewan-hewan yang berada di sini beberapa di antaranya adalah jenis singa Afrika, orang utan, kukang, harimau Sumatera, dan lainnya.
Rudy Arifin mengatakan, Taman Satwa Cikembulan saat ini juga menawarkan fasilitas pendidikan luar sekolah, berupa pengetahuan mengenai satwa.
Layanan tersebut ditawarkan karena kebun binatang ini menyediakan guide khusus yang akan memandu setiap pengunjung saat melihat-lihat hewan di Taman Satwa Cikembulan.
"Jadi sekarang ini, ke Taman Satwa Cikembulan pengunjung bukan hanya jalan-jalan atau melihat-lihat saja, mereka juga akan mendapatkan edukasi mengenai kehidupan hewan dari guide yang kami persiapkan. Pendidikan ini sangat cocok bagi siapa saja mulai anak-anak usia PAUD, TK, SD, SMP, SMA, mahasiswa, bahkan masyarakat umum,"ujarnya.***
Editor : Bramantyo
Artikel Terkait