Sebelum Membangun, Lakukan Hal Ini Agar Rumah Terhindar dari Sial

Klasik Herlambang
Ilustrasi rumah yang sedang dalam proses pembangunan (Foto : Istimewa)

SOLO, iNewsBadung.id - Sebelum membangun sebuah rumah, terkadang seseorang dituntut untuk berpikir tentang berbagai hal.

Tak cuma soal arsitektur dan tempat di mana rumah itu dibangun, namun waktu pembangunannya juga diyakini membawa pengaruh pada situasi dan kondisi di rumah itu nantinya.

Arsitektur sendiri sangat terkait dengan kenyamanan bangunan saat ditempati. Bahkan beberapa kalangan memandang bahwa arsitektur bangunan yang dipikirkan secara khusus, bisa mendatangkan keberuntungan bagi orang yang menempati.

Pun demikian sebaliknya. Bila tanpa dipikir, dan asal dibuat, bukan tidak mungkin akan mendatangkan bencana.

Mungkin bagi sebagian orang hal ini dipandang terlalu mengada-ada, atau bahkan cenderung dicap irrasional.

Padahal secara logika, sebenarnya permasalahan ini bisa dijelaskan dengan sederhana. Di mana bila sebuah bangunan dibuat asal-asalan tanpa perencanaan arsitektur yang matang, tentu akan berdampak buruk pada pemiliknya.

Contoh yang mudah adalah penataan ruangan dalam bangunan. Bila tidak diperhitungkan dengan matang, maka hal itu bisa berpengaruh pada sirkulasi udara yang ada di dalam rumah itu.

Dan bila sirkulasi terganggu, maka bisa dipastikan para penghuni rumah itu tidak akan bisa hidup dengan sehat.

Bahkan tak jarang juga bisa memicu masalah lain, seperti konflik antar penghuni rumah, dan bahkan seretnya rejeki yang datang ke rumah itu.

Hal inilah yang terkadang tidak disadari oleh sebagian besar orang. Dengan alasan modernisasi, mereka lebih melihat bahwa hal tersebut sebagai bagian dari tradisi yang tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Padahal kenyataannya, justru apa yang terjadi benar-benar bisa dijelaskan secara ilmiah dan rasional.

“Kalau misalnya salah dalam menata ruang serta ventilasi udara, maka rumah akan jadi terasa panas dan udaranya sesak. Lalu bila salah satu anggotra keluarga di rumah itu sakit, makia gampang sekali menular. Selanjutnya bila sering menderita sakit, maka perekonomian keluarga akan terganggu. Hal ini berarti rejeki makin seret dan bisa memicu konflik,” ujar Ir. Catur Wibowo, seorang arsitek dari sebuah perusahaan property ternama di Surabaya.

Karena itulah, Catur berpesan, hendaknya saat berencana membangun sebuah rumah, jangan pernah menyepelekan persoalan arsitektur atau tata bangunan. Agar bangunan yang didirikan benar-benar bisa nyaman untuk ditempati.

Sebab buat apa mengeluarkan biaya mahal untuk membangun rumah, kalau rumah itu akhirnya justru membawa ‘sial’.

Lepas dari penjelasan yang ilmiah tentang pentingnya penataan bangunan yang tepat, beberapa kelompok masyarakat memang meyakini bahwa perhitungan-perhitungan yang demikian cermat bisa memberi pengaruh tersendiri pada kehidupan si pemilik rumah.

Hal ini terutama dilakukan oleh mereka yang masih kuat memegang dan melestarikan tradisi leluhur.

Masyarakat Tionghoa misalnya, selama ini dikenal dengan teori-teori yang mengedepankan keseimbangan yin dan yang dalam merencanakan bentuk bangunan rumah mereka.

Perhitungan-perhitungan fengshui dan hongsui dari rumah yang akan dibangun benar-benar diperhitungkan dengan masak. Sebab mereka yakin bahwa rumah mereka adalah sumber kehidupan mereka.

Karena itu, mereka tidak mau sembarangan dalam membuat rumah ataupun tempat usaha.

Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama yang masih memegang kuat tradisi nenek moyang.

Ada banyak hal yang akan dipikirkan saat mereka akan membangun sebuah rumah, terutama terkait dengan berbagai perhitungan yang didasarkan pada pawukon.

Pawukon sendiri dijadikan pertimbangan karena masyarakat Jawa meyakini bahwa kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh kondisi alam.

Sehingga mereka harus benar-benar mempertimbangkan datangnya waktu-waktu yang baik serta yang buruk, sebelum memutuskan melakukan sesuatu hal, termasuk membangun rumah.

Sebab bia salah pilih waktu, terutama bila jatuh pada waktu yang buruk, maka kesialan diyakini akan selalu menyertai kehidupan mereka.

Pakar pawukon asal Solo, KRT. Bambang Saptonodiningrat menegaskan bahwa pemilihan waktu yang tepat sangat diperlukan untuk bisa membangun sebuah rumah yang bisa mendatangkan berkah.

Sebab dari sekian waktu yang ada, hanya terdapat beberapa waktu saja yang memiliki kualitas sangat baik. Selebihnya kualitasnya biasa-biasa saja, dan bahkan justru jelek karena mendatangkan kesialan.

“Ada banyak hal terkait waktu, yang harus dipikirkan sebelum seseorang memutuskan mengerjakan sesuatu, terutama membangun rumah. Hal terpenting adalah harus menghindari waktu jelek, seperti hari sampar wangke ataupun tali wangke. Selanjutnya juga terkait posisi naga dina. Di mana hal ini sangat berkaitan dengan arah hadap rumah yang akan dibangun. Bila pada saat membangun berhadapan dengan arah datangnya naga dina, maka otomatis rumah itu akan jauh dari keberuntungan. Sebab semua keberuntungan yang ada akan dimakan oleh naga, karena berada tepat di hadapannya,” jelas Bambang.

Selain waktu, tentu pemilihan tempat juga sangat berpengaruh pada bangunan yang akan didirikan.

Dalam cerita sejarah pembangunan Keraton Surakarta Hadiningrat, salah seorang penasihat spiritual Sinuhun Paku Buwana II (PB II), yaitu Tumenggung Honggowongso, harus menggunakan kemampuan spiritualnya untuk mendapatkan tempat yang cocok buat keraton.

Hal ini terjadi karena keraton yang semula berada di wilayah Kartasura, rusak parah akibat diserang pasukan Cina. Dan dengan bantuan Belanda, PB II akhirnya berhasil menduduki lagi keraton.

Namun karena kondisi fisik keraton sudah sangat parah, akhirnya sang raja bersemedi untuk meminta petunjuk. Dalam semedi itu dia mendapat vwangsit untuk memindahkan keraton.

Nah saat itulah Sinuhun PB II memerintahkan Tumenggung Honggowongso beserta beberapa orang kepercayaannya yang lain untuk mencari lokasi yang tepat.

Dengan mengendarai seekor gajah serta sambil terus berdoa dan menajamkan insting kekuatan batinnya, mereka akhirnya tiba di tempat yang dituju.

Ada tiga tempat yang saat itu terpilih sebagai alternatif lokasi pembangunan keraton baru, yaitu wilayah Kadipolo, lalu Sonosewu dan Solo.

Selanjutnya berdasarkan kemampuan spiritual yang dimiliki, akhirnya Tumenggung Honggowogso menyarankan daerah Solo sebagai tempat yang paling baik untuk pembangunan keraton.

Sebab keberuntungan akan selalu menyertai sehingga akhirnya Keraton Surakarta Hadiningrat bisa berkembang menjadi besar.

Bila pemilihan tempat sudah tepat, ada hal lain lagi yang juga perlu dipikirkan yaitu memberi syarat kepada tanah atau tempat yang akan dipakai untuk mendirikan bangunan.

Syarat di sini bisa diterjemahkan macam-macam. Sebagian orang ada yang menafsirkannya dengan mengadakan selamatan sambil berdoa. Tapi ada pula yang menafsirkan dengan cara memasang atau menanam tumbal tertentu.

Hal ini dilakukan karena ada keyakinan bahwa setiap tempat di dunia ini memiliki penghuni. Jadi sebelum seseorang memutuskan untuk menempati suatu lokasi, ada baiknya meminta ijin terhadap penghuninya yang lama, terutama yang berasal dari golongan mahluk gaib.

“Banyak jenis tumbal yang bisa dipasang di sekitar rumah. Yang paling umum adalah kepala kerbau. Tumbal yang satu ini sering dipakai karena melambangkan kekokohan dan kekuatan. Sehingga diharapkan bangunan yang diberi tumbal itu akan senantiasa kokoh. Selain itu kekuatan gaib dari tumbal itu juga akan melindungi dari berbagai serangan berbagai kekuatan jahat,” terang Bambang.

Tumbal-tumbal lain yang juga biasa digunakan adalah berupa keris atau senjata pusaka lain. Umumnya benda-benda ini memiliki kekuatan yang bisa menjaga sebuah bangunan tempat dia dikubur.

Kekuatan ini adakalanya bisa berujud sesosok mahluk mengerikan. Sehingga siapa saja yang hendak berbuat jahat pada para penghuni rumah itu, akan mengurungkan niatnya karena takut.

Selanjutnya dalam Primbon Betaljemur Adammakna juga disebutkan bahwa agar sebuah rumah bebas dari pencuri hendaknya di tiap tiang (soko guru) rumah ditanamkan telur busuk dan diberi kotoran si pemilik rumah.

Benda-benda ini konon adalah makanan kesukaan dari para danyang yang menunggu rumah. Sehingga dengan demikian mereka akan senantiasa menjaga dengan baik rumah-rumah itu.

Dan dalam proses pembangunan Keraton Surakarta Hadiningrat, diceritakan bahwa Tumenggung Honggowongso juga melakukan upaya spiritual dengan pemasangan tumbal.

Bahkan konon dia juga mengencingi tanah di mana keraton itu didirikan sebagai upaya untuk menetralkan kekuatan jahat yang ada di tempat itu.

Tak hanya untuk melawan kekuatan-kekuatan jahat, jarak jatuhnya air kencing Tumenggung Honggowongso dijadikan sebagai patokan untuk menentukan ukuran keraton. Sebab hal itu diyakini bisa membuat bangunan keraton yang didirikan akan abadi.***

Editor : Klasik Herlambang

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network