Melihat perkembangan yang luar biasa, jemaaat di Temanggung, Gereja Isa Almasih Semarang pun memanggil dan mengutus Pendeta Stevanus Maryono untuk membantu pelayanan dokter Lukas. Kehadiran Pendeta Stevanus membantu perintisan di daerah Pringsurat, Temanggung memberi dampak perkembangan jemaat yang luar biasa. Di daerah Temanggung dan sekitarnya mulai terbentuk kelompok-kelompok jemaat, namun belum memiliki gedung gereja.
Masalah berikutnya muncul, perkembangan kekristenan yang luar biasa di daerah Temanggung mulai direspon negatif oleh kelompok tertentu yang tidak menghendaki pekabaran Injil di daerah Pringsurat dan sekitarnya. Kelompok tertentu ini pun akhirnya tidak hanya menghalangi gerakan pekabaran Injil, tetapi juga mengusir Pendeta Stevanus dari daerah Pringsurat.
Namun Tuhan menggerakkan hati Kepala Desa di Ngipik yang bernama Muhammad Drajad untuk menerima keluarga Pendeta Stevanus sebagai warganya. Jadilah sejak saat itu Pendeta Stevanus dan keluarga tinggal di daerah Ngipik, Temanggung dengan segala kesederhanaannya namun tetap menyala-nyala dalam memberitakan Injil.
Di Desa Ngipik inilah roh Tuhan terus bekerja melalui hambanya, Pendeta Stevanus. Pada tahun 1974 tiba-tiba datang seorang Modim Desa Ngipik menawarkan tanah seluas 3000 meter dengan harga sangat murah. Tanah itu hanya dijual setara harga sebuah Vespa karena tanah pekarangan luas dan ada bangunan rumah dari kayu itu ternyata dikenal sangat angker oleh warga sekitarnya, tidak ada seorang pun yang berani menempati apalagi membelinya.
Beberapa orang yang sebelumnya berani mencoba menempati tempat itu akhirnya banyak mengalami musibah sakit dan bahkan mati. Penghuni terakhir bahkan mati dengan mengerikan, jatuh dari pohon dan tertancap pohon di bawahnya seperti tusuk sate. Konon kata orang tempat itu dahulunya memang tempat untuk memuja berhala, sehingga tidak sembarang orang berani memasukinya.
Keluarga Pendeta Stevanus pun mulai menempati rumah kecil dari kayu di tanah yang angker itu. Maka peperangan rohani dengan kuasa-kuasa kegelapan mulai terjadi sejak malam itu. Bayangan raksasa hitam dan ular raksasa berulang kali berniat melahapnya, juga ribuan semut merah seolah datang mengerubutinya di alam roh. Pendeta Stevanus dan keluarga tetap bertahan dari serangkaian teror itu dengan mengandalkan kuasa Tuhan.
Namun kuasa kegelapan yang mendiami tempat itu memang sangat kuat dan jumlah besar, maka Pendeta Stevanus kemudian mengundang persekutuan hamba Tuhan “Evata Hua” untuk membantu melawan kuasa gelap di tempatnya itu. Tiga hari tiga malam para hamba Tuhan ini melakukan doa puasa, pujian dan penyembahan untuk melawan kekuatan Iblis. Akhirnya di hari ketiga tepat dini hari, kuasa-kuasa kegelapan itu dengan suara menyeramkan kabur semua.
Editor : Asarela Astrid