Bermula dari peristiwa itu, maka bentuk bangunan masjid mirip seperti kelenteng jawa, yang menjadi ciri khas Masjid Laweyan, sehingga berbeda dengan bentuk masjid pada umumnya.
Ciri arsitektur Jawa ditemukan pula pada bentuk atap masjid, bentuk atap menggunakan tajuk atau bersusun, dimana atap Masjid Laweyan terdiri atas dua bagian bersusun.
Dinding Masjid Laweyan terbuat dari susunan batu bata dan semen, namun penggunaan batu bata sebagai bahan dinding, baru digunakan masyarakat sekitar tahun 1800.
Sebelum dibangun seperti sekarang, bahan-bahan bangunan masjid, sebagian menggunakan kayu, hal ini merupakan bukti bahwa dinding awal Masjid Laweyan adalah kayu, ditunjukkan adanya rumah pelindung makam kuno terbuat dari kayu.
Tata ruang Masjid Laweyan mengikuti tata ruang masjid Jawa umumnya, yakni ruang masjid dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ruang induk atau ruang utama, serambi kanan untuk kaum perempuan dan serambi kiri merupakan perluasan masjid untuk tempat shalat berjamaah.
Terdapat tiga buah lorong di bagian depan masjid sebagai jalur masuk ke dalam Masjid Laweyan.
Editor : Asarela Astrid