Papat kiblat lima pancer berarti manusia sebagai pancer di kelilingi empat mata angin yang melambangkan api, angin, air dan bumi.
Papat kiblat lima pancer juga bisa diartikan sebagai empat nafsu dalam manusia, dimana dalam terminologi Islam Jawa, sering dirinci dengan istilah aluamah, mutmainah, sopiah, dan amarah.
Empat nafsu ini selalu bertarung mempengaruhi watak manusia, sehingga empat mata angin ini berarti bahwa hidup manusia harus seimbang.
Keaslian sejarah lain yang masih terpelihara di Masjid Saka Tunggal adalah ornamen di ruang utama, khususnya di mimbar khotbah dan imam.
Ada dua ukiran di kayu bergambar nyala sinar matahari yang mirip lempeng mandala, dimana gambar seperti ini banyak ditemukan pada banguan-banguan kuno era Singasari dan Majapahit.
Selain itu atap berbentuk seperti bangunan pura Majapahit atau tempat ibadah Hindu di Bali, tempat wudhu pun masih bernuansa zaman awal didirikan, meskipun dindingnya sudah diganti tembok.
Terkait makna penamaan Saka Tunggal atau satu tiang (tunggal dalam bahasa Jawa), konon berjumlah tunggal atau yang melambangkan Allah SWT tiada duanya.
Semoga tulisan Sejarah Masjid Saka Tunggal Baitussalam, tertua dan bukti masuknya Islam di Indonesia ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id dan silahkan share tulisan ini.
Editor : Bramantyo