Ternyata, Imam Mahdi yang dimaksud hanya seorang mahasiswa bernama Muhammad bin Abdullah Al-Qahtani. Dia direkrut oleh Juhaiman dan dianggap Imam Mahdi karena memiliki ciri-ciri seperti yang terdapat pada Imam Mahdi dalam hadits.
Ciri-ciri yang dimaksud di antaranya, nama yang mirip Nabi Muhammad, berdahi lebar, dan memilki hidung mancung.
Juhaiman lalu mengajak seluruh umat Islam untuk berbaiat pada Imam Mahdi tepat di sisi Kabah, seperti yang ada di dalam hadits.
Untuk mengamankan aksinya, Juhaiman ternyata telah menempatkan sejumlah penembak jitu di setiap puncak menara Masjidil Haram. Mereka bertugas untuk menembaki pihak luar yang mencoba mendekat.
Selain itu, dia juga memerintah semua pintu Masjidil Haram ditutup. Perintah lain yakni, anggotanya dipersilakan menembak siapa pun yang melawan.
“Jika kalian melihat tentara pemerintah hendak melawan, tembaklah, karena ia ingin membunuhmu! Jangan ragu!” kata Juhaiman.
Sekitar satu jam, Juhaiman dan kelompoknya berhasil menguasai Masjidil Haram.
Menghadapi kudeta itu, pemerintah Arab Saudi menutup akses berita peliputan dari dunia luar, agar tak ada informasi dan teror yang semakin menjadi. Bahkan, Arab Saudi juga ditutup untuk turis dan jurnalis mancanegara.
Para ulama saat itu harus mengeluarkan fatwa terkait dengan pembalasan serangan ke Masjidil Haram. Hingga akhirnya diputuskan, militer Arab Saudi diperbolehkan menggunakan kekuatan untuk merebut kembali Masjidil Haram dari tangan pemberontak.
Militer mengerahkan kendaraan lapis baja, militer bersenjata, serta helikopter dikerahkan untuk mengepung Masjidil Haram. Arab Saudi juga meminta bantuan dari unit komando Pakistan, Prancis, dan Amerika (CIA).
Editor : Dian Burhani