Mata Najwa Meriahkan Dies Natalis ISI Surakarta ke-60, Angkat Tradisi di Panggung Warisan Budaya

Asarela Astrid
Panggung Warisan Budaya dalam Mata Najwa ajak masyarakat lestarikan tradisi. Foto : iNewsbadung.id / Setyo Hartono

SURAKARTA, iNewsbadung.id - Dies Natalis ke-60 Institut Seni Indonesia 
(ISI) Surakarta semakin meriah dengan hadirnya Panggung Warisan Budaya, yang dikemas dalam Mata Najwa.

Seraya menyapa para penonton yang didominasi generasi muda, Najwa Shihab yang merupakan tuan rumah Mata Najwa merasa senang dapat menyapa masyarakat Kota Surakarta dan sekitarnya. 

Melalui Mata Najwa On Stage, Najwa Shihab mengajak masyarakat, terutama anak muda ikut berperan aktif menjaga dan melestarikan budaya. 

Dialog yang digelar Rabu (10/7/2024) di Pendopo Ageng KGPH Joyokusumo ISI Surakarta ini mengajak tokoh kesenian dan budaya untuk membahas tradisi dan warisan budaya, yang  seringkali kurang populer di kalangan generasi muda, sehingga muncul kekhawatiran akan sulitnya melestarikan budaya.

Menurut Najwa Shihab, panggung Mata Najwa ini sangat spesial, lantaran dimeriahkan pertunjukan seni dan budaya, yang ditampilkan beberapa narasumber seperti Eko Supriyanto atau Eko Pece dengan karya tarinya berjudul Gendewo Rogo, Woro Mustiko dengan penggalan wayang dan Didik Nini Thowok melalui tari cross gender. 

Perhelatan yang merupakan kolaborasi dengan Indonesian Heritage Agency ini  dibuka dengan dialog antara Najwa Shihab dan Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek. 

Hilmar Farid menuturkan pentingnya budaya di masa kini, di mana kebudayaan merupakan tempat untuk menemukan solusi berbagai masalah hidup. 

Ditambahkan Hilmar Farid, masyarakat memiliki warisan kebudayaan seperti pengetahuan yang bersifat kearifan lokal, mencakup tuntunan bijak untuk menghadapi berbagai permasalahan.

"Leluhur kita mempunyai warisan berupa pengetahuan, misalnya melihat sebatang pohon, maka berangkat dari pengetahuan itu, pohon bisa dilihat mempunyai banyak manfaat dari daun sampai akar untuk kelestarian lingkungan," tutur Hilmar Farid. 

Dari sisi potensi ekonomi kekayaan budaya, Hilmar Farid menegaskan bahwa industri wellness, yang saat ini bernilai 6,4 Triliun dolar mencakup berbagai unsur kebudayaan.

Sayangnya, meskipun Indonesia memiliki kekayaan hayati dan budaya terbesar di dunia, namun hanya mendapatkan porsi kecil.  

Hal ini disebutkan Hilmar karena kurangnya kesadaran dalam mengelola kebudayaan dengan baik.

"Padahal apabila dapat mengelola secara baik, maka kebudayaan bisa menjadi mesin ekonomi yang sangat besar, karena kebudayaan itu seperti harta karun," urai Hilmar. 

Acara Mata Najwa ini semakin meriah dengan kehadiran tamu istimewa, yakni 
KGPAA Mangkunegara X, seorang raja muda yang baru berusia 27 tahun. 

Kehadiran pria yang akrab disapa Gusti Bhre ini mendapatkan banyak tepuk tangan dari para penonton, apalagi gurauan kecil yang dilontarkan Najwa Shihab membuat para pengunjung, terutama mahasiswi merasa berbunga-bunga.

Awal mula dinobatkan menjadi pimpinan Mangkunegaran, Gusti Bhre mengaku banyak berpikir, akan sibawa kemana Mangkunegaran yang sudah berusia ratusan tahun, mengingat dirinya merupakan anak muda. 

Namun melalui pemikiran, pertimbangan yang matang dan masukan dari berbagai pihak, Gusti Bhre menyebutkan bahwa relevansi budaya dengan kondisi saat ini,  menekankan pentingnya mengajak anak-anak muda untuk mencintai Mangkunegaran.  

Menurut Gusti Bhre, yang paling utama dilakukan adalah mencari jawaban bagaimana agar Mangkunegaran bisa dicintai, terutama oleh anak-anak muda. 

"Kita selalu melakukan berbagai upaya agar berbagai tradisi di Mangkunegaran penuh keceriaan dan menyenangkan, di mana yang perlu diutamakan adalah keterbukaan melibatkan masyarakat dalam pelestarian budaya yang ada," terang Gusti Bhre.

Aktor terkenal Ario Bayu Wicaksono, di hadapan pra penonton Mata Najwa merasa senang karena sering mendapatkan peran-peran dalam film, terutama mengangkat aspek budaya.

Sayangnya, pemain film Soekarno, Sultan Agung dan Darah Garuda ini mengakui kurangnya minat masyarakat menyaksikan film-film bertema kebudayaan.

"Tidak jarang film yang sudah diproduksi dengan sangat bagus dan berbiaya tinggi, akhirnya tidak laku dijual di pasar," tutur Ario Bayu penuh prihatin. 

Sementara Didik Nini Thowok, usai tampil dengan spesialisasi tari cross gender mengaku sangat senang belajar, bahkan dalam perjalanan sebagai penari yang sudah 50 tahun berkarir. 

Didik Nini Thowok merasa enjoy dengan seni yang digelutinya, di mana kunci utama yang dipegang adalah Ndablek atau I don't care. 

"Awalnya dari hasil bullying, sering dibuli, tapi saya membalas dengan belajar, tunjukkan kualitas dengan spesialisasi silang gender atau cross gender," terang Didik Nini Thowok menceritakan kisahnya. 

Semoga tulisan tentang Mata Najwa Meriahkan Dies Natalis ISI Surakarta ke-60, Angkat Tradisi di Panggung Warisan Budaya, dapat bermanfaat bagi para pembaca, jangan lupa share dan nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id. ***

Editor : Asarela Astrid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network