Memahami Tri Hita Karana, Falsafah Hidup Bahagia dan Sejahtera yang Banyak Diterapkan di Bali

Asarela Astrid
Memahami Tri Hita Karana, falsafah hidup bahagia dan sejahtera yang banyak diterapkan di Bali. Foto : setda.badungkab.go.id

BADUNG, iNewsbadung.id - Tri Hita Karana, falsafah hidup bahagia yang banyak diterapkan di Bali ini sangat baik untuk dipahami, dihayati dan direnungkan. 

Konsep atau ajaran Hindu Tri Hita Karana ini, menurut I Made Budiastika, seorang Rohaniwan Hindu menitikberatkan bagaimana antar sesama dapat hidup berdampingan, saling bertegur sapa, toleransi, tidak ada kebencian, dan hidup penuh damai. 

Tri Hita Karana dapat diartikan sebagai tiga penyebab kesejahteraan, kebahagiaan, atau keseimbangan, di mana ketiganya mengarah pada Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan.

Parahyangan, berarti Ketuhanan, banyak diartikan sebagai tempat suci atau Pura untuk memuja Tuhan atau jalan menghaturkan bhakti dan sradha setinggi-tingginya.

Selain bhakti kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa, manusia juga memberikan sembah, doa penyerahan diri, puji-pujian, rasa berkorban untuk kebaikan dan rasa rendah hati. 

Pawongan, berasal dari Bahasa Jawa Kawi, di mana berkaitan dengan orang dalam kehidupan masyarakat, namun dalam arti sempit, pawongan adalah kelompok manusia bermasyarakat yang tinggal dalam satu wilayah. 

Mengingat manusia adalah makhluk sosial, maka membutuhkan kerjasama dan bantuan orang lain, sehingga hubungan manusia harus diatur yakni saling asah, saling asih dan saling asuh  atau saling menghargai, saling mengasihi dan saling membimbing. 

Dilansir iNewsbadung.id dari laman resmi Kementrian Agama, I Made Budiastika mengingatkan bahwa hubungan harus harmonis, antara keluarga di rumah, serta harmonis dengan masyarakat. 

Hubungan harmonis dan baik ini akan menciptakan keamanan, kedamaian lahir batin dalam masyarakat, sehingga mampu menciptakan negara yang sejahtera dan tenteram.

Palemahan, atau berasal dari kata lemah (Bahasa Jawa) yang berarti  tanah, dapat juga diartikan sebagai alam atau bhuwana, di mana secara sempit dimaknai sebagai tempat tinggal atau pemukiman. 

Manusia tinggal di lingkungan tertentu, memperoleh keperluan hidup dari lingkungan dan bergantung pada lingkungan, sehinga mau tidak mau harus memperhatikan kondisi dan situasi lingkungan. 

Terkait lingkungan, I Made Budiastika menambahkan jika manusia wajib menjaga, memelihara lingkungan sehingga tidak rusak dan kotor, dengan cara menjaga keserasian, kerapian dan kelestarian. 

Cara ini perlu dilakukan agar tercipta keindahan lingkungan, sehingga menimbulkan rasa tenteram dan ketenangan diri, kesejukan, dan kebahagiaan. 

Awalnya, falsafah Tri Hita Karana lahir karena keberadaan desa adat di Bali, di mana tidak hanya sebagai kepentingan hidup, namun juga bagi kepentingan bersama masyarakat, terutama dalam kepercayaan memuja Tuhan. 

Artinya, ciri khas desa adat di Bali harus memiliki berbagai unsur yaitu wilayah, masyarakat yang menempati suatu wilayah dengan tempat suci untuk memuja Tuhan.

I Made Budiastika menegaskan, falsafah Tri Hita Karana mengarahkan manusia agar selalu mengharmoniskan hubungan manusia dengan pencipta, manusia dengan masyarakat, serta manusia dengan alam semesta atau lingkungan..

Semoga tulisan tentang memahami Tri Hita Karana, falsafah hidup bahagia dan sejahtera yang banyak diterapkan di Bali ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, dan jangan lupa share dan nantikan tulisan lain hanya di iNewsbadung.id. ***

Editor : Asarela Astrid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network