BADUNG, iNewsbadung.id - Dalam budaya dan tradisi masyarakat Bali, istilah Kajeng Kliwon sudah tidak asing, sehingga banyak diketahui.
Tetapi, bagaimana dengan masyarakat di luar Bali, pendatang, pengunjung atau wisawatan yang belum pernah mendengar atau mengetahuinya Kajeng Kliwon?
Inilah catatan iNewsbadung.id dilansir dari laman resmi Desa Sangeh Kabupaten Badung, terkait
Kajeng Kliwon, benarkah identik sebagai hari sakral atau keramat di Bali?
1. Pertemuan Kajeng dan Kliwon
Kajeng Kliwon adalah hari di mana perhitungannya jatuh pada Tri Wara, yakni Kajeng, serta Panca Wara yaitu Kliwon yang diyakini sebagai bertemunya energi alam semesta yang mempunyai unsur dualitas dengan lainnya.
2. Kapan Diperingati?
Kajeng Kliwon diperingati setiap 15 hari sekali, di mana ada tiga bagian si dalamnya, yakni bagian pertama adalah Kajeng Kliwon Uwudan atau Kajeng Kliwon setelah bulan purnama.
Bagian kedua adalah Kajeng Kliwon Enyitan, yaitu Kajeng Kliwon setelah bulan mati atau tilem, dan terakhir adalah Kajeng Kliwon Pamelastali, yakni Watugunung Runtuh, yang datang setiap enam bulan sekali.
3. Menetralisir
Hari Kajeng Kliwon dipercaya masyarakat Bali untuk menetralisir suatu penyakit, seperti orang yang menderita sakit menahun antara lain bisul, gondongan, dan koreng yang tidak sembuh.
Cara menetralisir atau membuang penyakit itu dengan menghaturkan segehan atau blabaran di penataran agung atau di pertigaan agung, dilengkapi banten yang sudah ditentukan.
Pelaksanaan untuk menetralisir penyakit, biasanya dipilih saat hari Kajeng Kliwon Pamelestali atau lima hari sebelum piodalan Sang Hyang Haji Saraswati, atau biasa disebut Watugunung Runtuh.
4. Turunnya Bhuta
Kepercayaan Bali memperingati Kajeng Kliwon sebagai hari di mana para Bhuta turun mencari orang-orang yang tidak melakukan dharma agama, serta melihat manusia yang melakukan dharma.
5. Haturkan Segehan Mancawarna
Saat Kajeng Kliwon perlu memberikan menghaturkan segehan mancawarna, dengan tetabuhan yaitu tuak atau arak berem, sedangkan di bagian atas ambang pintu gerbang harus dihaturkan canang burat wangi, serta canang yasa, yang dipersembahkan untuk Ida Sang Hyang Durgha Dewi.
6. Tempat Segehan
Ada tiga tempat berbeda untuk menghaturkan Segehan, pertama di halaman Sanggah atau Mrajan, yaitu depan pelinggih pengaruman, yang diberikan untuk Sang Bhuta Bhucari.
Tempat kedua adalah halaman rumah atau pekarangan tempat tinggal, di mana ditujukan untuk Sang Kala Bhucari.
Sedangkan tempat ketiga yaitu di depan pintu gerbang pekarangan rumah ataupun di luar pintu rumah terluar, yang ditujukan bagi Sang Durgha Bhucari.
7. Maksud Persembahan Segehan
Segehan ini dihaturkan sebagai perwujudan bhakti dan sradha kepada Hyang Siwa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang sudah mengembalikan (Somya) Sang Tiga Bhucari, di mana berarti sudah mengembalikan keseimbangan alam niskala, dari alam bhuta menjadi alam dewa yang penuh sinar.
8. Hari Keramat
Hari Kajeng Kliwon adalah hari yang sangat keramat, mengingat kekuatan negatif dalam diri maupun luar manusia mudah muncul, mengganggu kehidupan.
Peringatan Kajeng Kliwon ini memiliki harapan bahwa secara niskala atau bukan, dunia tetap seimbang.
Semoga tulisan tentang Kajeng Kliwon, benarkah identik sebagai hari sakral atau keramat di Bali? Ini maknanya yang wajib diketahui ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Silahkan share tulisan ini dan nantikan selalu tulisan-tulisan lain hanya di iNewsbadung.id, sehingga semakin banyak orang mengetahui informasi menarik lainnya. ***
Editor : Asarela Astrid
Artikel Terkait