SOLO,iNewsbadung.id - Pesugihan dengan meminta bantuan mahluk Buto Ijo memang bisa membuat si pelaku menjadi kaya raya secara mendadak. Namun demikian ada syarat berat yang harus dilalui dan dijalankan oleh si pelaku, termasuk menyediakan tumbal untuk santapan sang Buto Ijo.
Buto Ijo sendiri adalah sosok mahluk dengan wujud fisik menyeramkan. Selain memiliki tubuh tinggi besar, mahluk ini juga digambarkan memiliki taring panjang serta cakar tajam. Mahluk ini juga digambarkan lebih suka mendiami goa-goa gelap, yang tidak pernah terkena sinar matahari.
Dan salah satu goa yang terkenal sebagai sarang Buto Ijo adalah Goa Kalak di Pacitan dan Goa Sigagak di Magetan. Karena itulah goa-goa tersebut kerap dipakai ritual oleh orang-orang yang ingin memelihara Buto Ijo.
Hal ini disampaikan oleh spiritualis asal Solo, Dewi Sri Sapawi. Menurut Sri Sapawi dirinya sangat paham dengan pesugihan Buto Ijo, karena kerap bertemu dengan para pelaku yang tengah sama-sama menjalankan ritual di Goa Kalak ataupun Goa Sigagak. Bahkan dia pernah bertemu dan berkomunikasi langsung dengan sosok Buto Ijo yang dijadikan jujugan para pencari pesugihan.
“Kebetulan saya pernah bertemu langsung dengan Buto Ijo itu. Tapi saya hanya sebatas berkomunikasi, tidak seperti orang-orang yang ingin meminta bantuan kepadanya. Saat itu wujud yang terlihat hanya sebatas bayangan hitam tinggi besar. Dan yang sangat jelas terlihat adalah tangannya yang memiliki cakar panjang,” ujar Sri Sapawi saat ditemui di beberapa waktu lalu.
Dan karena sebenarnya sosok Buto Ijo sejenis dengan Gendruwo, Sri Sapawi menyebut bahwa syarat ritual yang dilakukan untuk memanggil mahluk ini juga hampir sama dengan gendruwo, yaitu menggunakan daging burung gagak atau ayam cemani.
Daging burung gagak atau ayam cemani itu dibakar sambil diiringi bacaan mantra tertentu di dalam goa sarang Buto Ijo. Aroma asap dari daging itulah yang kemudian memancing Buto Ijo keluar menunjukkan diri.
Namun selain daging burung gagak atau ayam cemani, si pelaku pesugihan juga perlu menyedian syarat lain berupa kembang tujuh rupa, kemenyan, serta darah dari ayam cemani atau burung gagak itu.
Sesaji-sesaji itu kemudian diletakkan di atas selembar kain mori untuk selanjutnya didoai. Tak lupa pelaku juga harus menyiapkan sebuah tempayan berisi air bersih, yang kemudian digunakan untuk menampung darah ayam cemani atau burung gagak itu.
Air bercampur darah iu nantinya harus diminum meski hanya seteguk, agar terjadi penyatuan energy antara si pelaku dengan sosok Buto Ijo yang dimintai bantuannya. Sehingga dengan begitu, maka si pelaku bisa dengan dengan mudah menjalin kontak dan meminta bantuan apapun pada Sang Buto Ijo.
“Dalam pertemuan dengan Buto Ijo itu nanti akan terjadi kesepakatan, terutama terkait kapan kompensasi tumbal akan diberikan. Dan bila waktunya memang sudah tiba, maka si pelaku wajib menyediakan tumbal itu. Sebab kalau tidak, maka Buto Ijo itu akan memangsanya sendiri,” tambah Sri Sapawi.
Yang menarik, Sri Sapawi juga menyebut bahwa Buto Ijo terbilang mahluk yang bodoh. Sehingga kemudian para pelaku pesugihan bisa menyiasati tumbal yang akan diberikan. Syarat tumbal yang akan diberikan kepada Buto Ijo memang tergantung kesepakatan. Tapi tetap tumbal itu adalah berupa nyawa.
Hanya saja menurut Dewi, Buto Ijo terbilang mahluk yang bodoh. Jadi dia kerap dibohongi oleh para pelaku pesugihan itu sendiri. Sehingga si pelaku tidak perlu khawatir saat ditagih untuk memberikan tumbal yang dijanjikan.
Dewi bisa tahu hal ini karena dia pernah bertemu dnegan sosok Buto Ijo yang menghuni komplek makam Syeh Joko. Saat itu kebetulan dia tengah melakukan meditasi sampai akhirnya dia harus terjaga karena adanya suara yang menyeramkan.
Dan begitu matanya dibuka, ternyata di depannya telah berdiri sesosok mahluk besar dengan tubuh berwarna hijau dan mata merah menyala. Menurut Dewi, wajah mahluk itu mirip wajah katak dengan tubuh gendut dan kuku panjang.
Taring dan giginya terlihat dengan jelas saat dia membuka mulutnya yang lebar. Sehingga mental siapapun pasti akan dibuat jatuh saat berhadapan dengan mahluk ini.
“Kalau umumnya para pelaku pesugihan bilang akan menyerahkan tumbal setelah ‘mantu ping pisan’ atau setelah menikahkan anaknya yang pertama. Maka kata-kata itu sebenarnya bisa disamarkan dengan kalimat ‘mantu pipisan’,” jelas wanita yang juga ahli meracik jamu ini.
Pipisan adalah alat untuk menghaluskan jamu. Sehingga tidak mungkin kalau ada orang akan menikahkan alat penggiling jamu.
"Begitu Buto Ijo mulai menagih, bersamaan dengan saat pelaku pesugihan sedang menikahkan anaknya, maka si pelaku pesugihan bisa mengelak. Dan Si Buto Ijo tidak akan meminta tumbal lagi. Namun hal ini butuh kesiapan mental, karena tidak setiap orang bisa melakukannya," tandas Sri Sapawi.
Terkait hal ini Sri Sapawi mengetahui secara langsung dari beberapa orang temannya yang pernah mengantar para pelaku pesugihan menemui Buto Ijo. Namun demikian dengan trik ini bukan berarti Si Buto Ijo akan benar-benar melupakan permintaan tumbalnya.
Karena trik ini hanya bersifat menunda waktu. Yang mana pada akhirnya si pelaku pesugihan itu sendiri yang akan jadi mangsa Buto Ijo.***
Editor : Bramantyo
Artikel Terkait