BADUNG, iNewsbadung. id - Empat tahun sudah Bali di porak porandakan virus Covid. Empat tahun sudah pulau berjuluk seribu pura ini merasakan dampak dahsyat virus Covid.
Kini, usai kolaps dihantam pandemi Covid-19 dalam waktu empat tahun belakangan, pulau Dewata ini pun kembali bangkit dan bergairah.
Pemandu wisata rombongan Diskominfo dan wartawan Karanganyar yang melakukan pers tour sejak 4 November hingga 6 November 2024, Dayu, mengatakan tahun 2000, merupakan masa suram karena virus Covid.
Tak hanya untuk pelaku wisata, tapi juga dampaknya begitu dirasakan warga masyarakat. Bagaimana tidak, jam 9.00 WITA, hingga hari berganti, mereka tidak diijinkan keluar dari rumah, dan dianjurkan untuk tetap di rumah.
"Bali inikan bisa dikatakan kota yang tak pernah tidur. Tapi waktu Covid melanda, tiap sudut jalan, khususnya yang menuju ke pusat kota sudah ditutup. Di tiap titik ada polisi, yang meminta mereka tidak boleh melintas dan dianjurkan tetap dirumah, " papar Dayu.
Disektor wisata, banyak hotel dan penginapan yang gulung tikar. Bahkan keluarganya yang kebetulan memiliki Home Stay di daerah Kjntamani, terpaksa merubah status usahanya menjadi Indokos dengan harga murah.
"Usaha penginapan keluarga saya di Kintamani terpaksa berganti status. Dari penginapan menjadi Kost Kosan. Harganya pun murah banget, hanya Rp 300 ribuan untuk satu bulan. Ini dilakukan agar mampu bertahan," papat Dayu pada iNewsbadung.id, belum lama jni.
Ia mengatakan,saat pandemi melanda, kawasan Kuta seperti kota Mati. Deretan pertokoan tutup. Bahkan di kawasan Legian yang biasanya penuh turis mancanegara itupun gulung tikar.
"Saat pandemi, Bali seperti kota mati. Kawasa Kuta dan Legian banyak pertokoan yang tutup, " ujarnya.
Tak hanya sektor Pariwisata saja yang mulai bergeliat pasca Bali dihantam pandemi. Sektor perekonomian di Bali ini juga mulai bergeliat.
Salah satunya Pasar Seni Guwang Sukawati di Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali.
Pasar yang dibangun pada 2001 lalu salah satu pusat kekuatan ekonomi menengah kebawah. Di pasar Giwangan ini berbagai macam usaha UMKM dijual.
Mulai dari pakaian tradisional seperti baju dan kain pantai, baju barong hingga kaos dengan desain khas Bali.
Selain pakaian, pasar seni Guwang juga menawarkan beragam kerajinan seni, termasuk lukisan, patung khas Bali, dan aksesoris seperti kalung, gelang, dan topi.
Kemudian juga ada aneka oleh-oleh makanan khas Bali seperti pie susu, salak, kacang disco dan lainnya.
Menurut pedagang pasar Guwang Sukowati, Ni Wayan Sudiyani, kondisi pasar sepi dalam empat tahun terakhir. Selain sempat terpirik setelah dihajar pandemi, para pedagang ini pun dihadaoi dengan menjamurnya outlet modern atau pusat oleh-oleh. Bahkan ditambah saat pandemi Covid-19 lalu.
"Sebelum ada pusat oleh-oleh, dulu ramai, sekarang ya gini, menurun. Jadi sepi," kata dia kepada Espos.
Dia mengatakan rombongan wisatawan terutama anak-anak sekolah, instansi pemerintah banyak diarahkan oleh biro perjalanannya ke pusat oleh-oleh.
Sehingga pasar menjadi sepi. Pendapatannya pun turun hingga 50 persen lebih. Padahal, menurut Made Suganda, Pasar Guwang Sukowati tetap memiliki ciri khas sebagai pasar tradisional yang menyuguhkan transaksi tawar-menawar dengan harga yang lebih murah dibanding toko pusat oleh-oleh.
Hal ini seharusnya bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk lebih memilih pasar Guwang Sukowati dibanding outlet modern.
"Kan kita tradisional, bisa nawar, kalau disana kan sudah pakai banderol. Disini lebih murah, karena ada enam kaos itu Rp100.000. Itu jauh lebih murah kalau dari pusat oleh-oleh. Kami paling hanya ambil untung Rp2.000 sampai Rp5.000 saja," katanya.
Made Suganda mengatakan saat ini pedagang di Pasar Seni Guwang Sukawati hanya bertahan di tengah menjamurnya pusat oleh-oleh.
Dia pun berharap, Pasar Guwang Sukowati bisa lebih maju dan kembali ramai di masa mendatang.
"Ya semoga kedepan pasar lebih baik, agar kita bisa bertahan disini dan semoga tamu lebih banyak berdatangan kesini," harapnya.
Senada disampaikan pedagang lain Ni Wayan Wulandari, di era 2021, pandemi Covid yang ditakutkan paran pedang. Kini, keberadaan pusat oleh-oleh menjadi momok besar bagi pedagang pasar setempat.
"Di sini dulu rukonya full, tapi sekarang banyak yang kosong," ujarnya.
Namun, diakui Ni Wayang Wulandari, keramaian wisatawan juga dipengaruhi oleh kondisi hari libur masyarakat.
Bahkan terdapat momentum kunjungan wisatawan didominasi warga mancanegara dibanding pelancong domestik.
"Waktu ini pas bule banyak. Kalau wisatawan lokal sudah agak jarang, lebih banyak di bawah ke pusat oleh-oleh," ujarnya.
Pasar Seni Guwang memiliki lokasi strategis yang mudah diakses dari berbagai objek wisata populer di Bali, seperti Ubud dan pusat Ibukota Denpasar.
Di pasar Guwangan jumlah pedagang sebanyak 500 menjadi 200. Meskipun demikian, Pasar Seni Guwang tetap menjadi alternatif menarik bagi para pengunjung yang mencari suasana berbelanja.
Editor : Bramantyo