DENPASAR, iNewsbadung.id - Pulau Bali salah satu provinsi di Indonesia yang paling tinggi penggunaan rokok elektrik. Pada tahun 2018, prevalensi penggunaan rokok elektrik di Bali mencapai 4,2%.
Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan penggunaan rokok elektrik secara nasional yakni 2,8%. Dan Denpasar sebagai ibukota menepati urutan teratas dalam penggunaan rokok eletrik yakni 6.8%.
Ketua Udayana CENTRAL dr Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH, PhD saat membuka kegiatan Diseminasi Studi Perkembangan Rokok Elektrik dan Upaya Berhenti Merokok di Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, menyebut salah satu indikator tingginya penggunaan rokok eletrik di Bali disebabkan karena pulau Dewata menjadi salah satu pulau di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatwan asing.
"Data Global Adult Tobacco Survey (GATS) menunjukkan perilaku penggunaan rokok elektrik pada orang dewasa di Indonesia meningkat sebanyak 10 kali lipat dalam 10 tahun terakhirdari 0.3% di tahun 2011 menjadi 3.0% di tahun 2021,"papar dr Putu Ayu Swandewi Astuti, Kamis (30/11/2023)..
Penggunaan Rokok Eletrik di Bali tertinggi di Indonesia (Foto: Ist)
Pada usia muda penggunaan rokok elektrik jauh lebih tinggi, data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan pengguna vape pasa usia 10-18 tahun sebesar 10.9%.
Oleh karena itu Pusat Penelitian Udayana Center for NCDs, Tobacco Control and Lung Health (Udayana Central) melakukan dua penelitian terkait yaitu pertama, penelitian untuk melihat gambaran kepadatan penjual rokok elektrik dan berbagai bentuk pemasaran yang dilakukan oleh penjual, serta perilaku penjualan pada anak dibawah umur. Penelitian kedua melihat gambaran penggunaan rokok elektrik pad kelompok dewasa muda di Provinsi Bali.
Hasil Penelitian
Putu Ayu Swandewi Astuti yang juga Ketua Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana mengatakan hasil penelitian menunjukkan kepadatan penjual rokok elektrik di Kota Denpasar pada Bulan April Tahun 2022 cukup tinggi yaitu1,56 per km2, 0,16 per 1.000 populasi penduduk dan 1,06 per 1.000 populasi penduduk remaja; serta berada pada jarak yang cukup dekat dengan sekolah serta di daerah yang banyak dikunjungi anak muda.
"Berbagai bentuk pemasaran yang menarik seperti voucher, hadiah saat pembelian serta membership/kartu keanggotaan digunakan oleh toko rokok elektrik untuk menarik para pembeli. Serta semua toko menggunakan media online seperti Instagram untuk pemasaran dan pembagian informasinya,"terangnya.
Disamping itu dari kajian perilaku penggunaan pada orang dewasa muda usia 18-25 tahun menunjukkan 44.2% orang yang merokok elektrik berusia 18 – 21 tahun, 23.6% adalah perempuan dan 59.4% perokok elektrik masih berstatus pelajar/mahasiswa.
Salah satu alasann anak muda menggunakan rokok elektrik, pada umumnya karena ingin mencoba produk baru yang menarik.
(Foto: Ist)
Menurutnya, kajian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintah dalam upaya meningkatkan pengendalian penggunaan bahan adiktif baik berupa rokok maupun rokok elektrik.
Kementerian Kesehatan pada saat ini sedang memperjuangkan upaya pencegahan dan perlindungan terutama bagi anak dan remaja dari penggunaan produk rokok dan rokok elektrik melalui penyusunan pasal-pasal terkait dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan (RPP Kesehatan) sebagai turunan dari UU Kesehatan No 17 tahun 2023.
Kecenderungan penggunaan produk rokok eletrik makin mengkhawatirkan apalagi dari beberapa berita menunjukkan adanya pencampuran bahan obat-obatan terlarang sehingga sangat tidak baik untuk masyarakat terutama generasi muda.
Sementara itu Tim Peneliti Udayana Central, Ni Made Dian Kurniasari, SKM, MPH menyampaikan perilaku penggunaan rokok elektrik pada orang dewasa muda sangat mengkhawatirkan bahkan pernggunaan pada pelajar dan perempuan juga sangat tinggi. Ini tentu sangat disayangkan karena dampak adiksi dan gangguan Kesehatan lain yang ditimbukan.
“Studi-studi terdahulu menunjukkan kalau penggunaan rokok elektrik bisa menjadi pintu gerbang untuk masuk ke penggunaan rokok konvensional bagi pengguna pemula, atau menjadi perokok ganda bagi mereka yang mencoba berhenti merokok dengan menggunakan rokok elektrik namun pada akhirnya malah menggunakan keduan-duanya” tambah Dian Kurniasari yang juga merupakan Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr. I Nyoman Gede Anom, M.Kes menyampaikan “Kami dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali menyambut baik hasil kajian seperti yang dilakukan oleh Udayana Central yang memang merupakan mitra kami sejak lama dalam upaya pengendalian perilaku merokok di Provinsi Bali.
"Kami akan menindaklanjuti kajian ini menjadi upaya konkrit meliputi edukasi pada masyarakat dan dukungan kepada Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan pengendalian iklan dan pelarangan penjualan baik produk rokok elektrik maupun rokok konvensional,"ujarnya.
“Dukungan dari semua pihak sangat diharapkan agar upaya pengendalian perilaku merokok dan penggunaan rokok elektrik serta produk-produk tembakau lainnya bisa dilakukan dengan optimal,"ujarnya.
"Kementerian Kesehatan sangat berkomintmen dalam upaya menyehatkan masyarakat, namun kami tidak bisa melakukan itu sendiri, butuh peran serta semua pihak demi mencegah terjadinya beban ganda akibat penggunaan produk-produk adiktif ini” imbuhnya.
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes. mengatakan penting untuk menurunkan prevalensi perokok pada anak remaja. “Perlu edukasi dan pendampingan agar mereka berhenti merokok,” ujarnya.
Ketua Umum LPAI Prof Dr H Seto Mulyadi, S.Psi, M.Si. yang akrab disapa Kak Seto mengapresiasi penelitian yang dilakukan untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok. Menurutnya remaja adalah masa-masa yang mudah dipengaruhi.
Pengendalian emosi anak itu penting sehingga pendekatan kepada anak agar digencarkan lebih efektif. Ia menegaskan agar sekolah yang di dekatnya ada toko rokok elektrik perlu mendapat perhatian. ***
Editor : Bramantyo