Melalui tembang-tembang tersebut, Sunan Muria mengajak umatnya untuk mengamalkan ajaran Islam.
Sunan Muria lebih senang berdakwah kepada rakyat jelata dibandingkan dengan kaum bangsawan.
Itulah mengapa daerah dakwahnya cukup luas dan tersebar ke berbagai wilayah. Mulai dari lereng-lereng Gunung Muria, Kudus, pelosok Pati, Juana, hingga ke pesisir utara.
Sunan Muria mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang, dan juga melaut merupakan kesukaannya.
Sunan Muria lahir sekitar tahun 1450 Masehi. Sewaktu dilahirkan diberi nama Raden Said atau Raden Umar Syahid. Nama kecil dari Sunan Muria adalah Raden Prawoto.
Sunan Muria merupakan anak dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh, yang merupakan putri dari Maulana Ishaq. Nama Sunan Muria lebih dikenal karena sesuai dengan daerah tempatnya berdakwah, yaitu di Gunung Muria, kira-kira jaraknya 18 kilometer ke utara Kota Kudus.
Sunan Muria memiliki istri bernama Dewi Sujinah, anak dari Sunan Ngudung. Dari hasil pernikahannya, Sunan Muria memiliki anak bernama Pangeran Santri, yang nantinya dijuluki sebagai Sunan Ngadilangu. Sumber lain mencatat putra Sunan Muria dengan dewi Sujinah bernama Raden Saridin (Syekh Jangkung).
Sunan Muria dikisahkan juga menikah dengan dewi Roroyono Putri Ki Ageng Ngerang. Dikaruniai tiga orang anak yaitu Sunan Nyamplungan, Raden Ayu Nasiki, dan pangeran Santri, Salah satu putra Sunan Muria yang terkenal ialah Panembahan Pangulu (Pangeran Jogodipo), yang makamnya berada satu kompleks di Colo.
Sunan Muria seringkali dijadikan sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530). Sunan Muria dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu.
Editor : Asarela Astrid