SOLO, iNewsbadung.id - Sejarah GKJ Margoyudan Surakarta, jejak Pekabaran Injil (PI) Belanda di Indonesia ini belum banyak diketahui masyarakat luas.
Keberadaan GKJ Margoyudan Surakarta ini awalnya dilakukan para misionaris Belanda, yakni Dr.J.G.Scheurer, di tahun 1895, saat datang ke Surakarta untuk mengadakan pelayanan kesehatan di kampung Gilingan.
Dilansir iNewsbadung.id dari buku Satu Abad GKJ Margoyudan Surakarta dituliskan jika dalam perkembangannya, Scheurer tidak hanya berkarya sebagai dokter, namun sekaligus sebagai Pekabar Injil yang mengajak para pasien berdoa, menyanyi, dan mendengarkan firman Tuhan.
Namun sayang, jejak Pekabaran Injil yang dilakukan Dr.J.G.Scheurer harus terhenti, sebab pada tahun 1896, misionaris yang gigih itu harus ke Purworejo, menangani wabah penyakit.
Walaupun sebentar, jasa Dr,J.G.Scheurer sangat besar dalam mengenalkan Injil kepada warga Surakarta, yang saat itu tertutup untuk PI.
Paling tidak Scheurer telah meninggalkan sekelompok kecil orang yang tetap setia mengadakan kebaktian di daerah Ngemplak (rumah Djayakardama).
Saat itu, jumlah warga yang hadir ada 20 orang, jumlah yang sangat berarti mengingat kondisi Surakarta saat itu sangat tertutup untuk PI.
Untuk membantu pemeliharaan rohani kelompok kecil di Solo, Dr. J.G. Scheurer mengutus kelompok Yogyakarta, yang sudah lebih dahulu menerima PI.
Moesa Djajasentana dan Darijoen datang dari Yogyakarta, untuk berkhotbah di Ngemplak dan menjual buku-buku Kristen.
Sedangkan Pendeta Zwaan, utusan Jemaat Kristen Amsterdam untuk Yogyakarta mulai datang secara rutin untuk pemeliharaan rohani.
Di tahun 1909, Pdt. Bakker yang menjadi pengganti Pdt. Zwaan memperkenalkan cara baru dalam PI, dengan mulai membuka Sekolah di Margoyudan, sekarang SD Kristen Banjarsari.
Cara ini dilakukan karena pertimbangan di Surakarta telah banyak keluarga Kristen, sehingga anak-anak orang Kristen perlu mendapatkan pendidikan demi perkembangan iman.
Untuk mengintensifkan pendidikan sebagai sarana PI, ditunjuklah Kasim Trofimus sebagai seorang guru Injil, sekaligus pengajar di sekolah tersebut.
Lalu berturut-turut datanglah Siswasukarta, Stefanus Arun, sebagai pengganti Kasim karena sakit, dan Eliezer Mangoensiswa, sebagai pengganti Siswasukarta yang kembali ke Yogyakarta.
Tanggal 1 November 1912 dibuka pula Rumah Sakit Kristen Jebres, dimana berdirinya Rumah Sakit Kristen (sekarang Rumah Sakit dr. Moewardi) ini merupakan buah perjuangan panjang dr. Vogelesang, dan berkat bantuan sebidang tanah dari Sri Mangkunegoro VI, maka pada tahun 1919, berdirilah Rumah Sakit besar dengan 240 tempat tidur dan 2 orang dokter ahli Belanda, yakni dr. K.P. Groot dan dr. D. Verhagen.
Melalui dua strategi PI yakni Sekolah Kristen dan Rumah Sakit Kristen, perkembangan kekristenan maju pesat, karena itu, jemaat di Belanda merasa sudah waktunya bagi Surakarta memiliki pendeta utusan zending sendiri.
Akhirnya, Pdt. Dr. H.A. Van Andel ditabiskan jemaat Amsterdam sebagai utusan zending di Surakarta.
Pdt. Dr. H.A. Van Andel dikenal memiliki strategi PI handal, apalagi Van Andel menjadikan seluruh guru Kristen di Surakarta sebagai guru Injil, serta menggiatkan pengadaan buku-buku Kristen yakni Kitab Suci, nyanyian, dan buku lain yang dijual di sekitar stasiun Jebres, Balapan dan Purwosari, dikenal sebagai colpourteur.
Akibat strategi PI ini, orang Kristen di Surakarta bertambah banyak, sehingga Zending melihat sudah waktunya orang-orang Kristen disatukan dalam sebuah gereja mandiri.
Syarat yang ditentukan zending untuk didirikan gereja mandiri adalah kehadiran warga dewasa laki-laki dalam perjamuan kudus berjumlah 12 orang.
Syarat itu pun telah terpenuhi karena tahun 1916 sudah ada 171 orang Kristen, dimana 51 warga dewasa laki-laki mengikuti perjamuan kudus.
Maka pada 13 April 1916 diadakan pemilihan Majelis, dan tepat tanggal 30 April 1916 telah terpilih majelis, empat orang tua-tua, Doetakarjana, Mangunhardja, Prawirataruna, dan Sie Siauw Tjong, serta dua orang diaken yaitu Herman Djajahoesada dan Iradikrama, melalui peneguhan.
Diteguhkannya majelis-majelis tersebut, secara resmi berdirilah Gereja Kristen Jawa Margoyudan sebagai sebuah gereja, dengan memakai tempat ibadah yakni S.R. Margoyudan, sekarang SD Kristen Banjarsari.
Karena bangunan tidak lagi dapat menampung jemaat, Pdt. Dr. H.A. Van Andel di tahun 1919 mendirikan gedung gereja di bekas rumah pertukangan milik Stegerhoek.
Biaya pembangunan berasal dari bantuan warga Kristen Jawa, Belanda, Tionghoa serta pinjaman kas Zending.
Pada 1920 gedung gereja selesai dibangun dan resmi dipakai sebagai tempat ibadah, dan tahun 1952 gedung gereja diperluas dengan penambahan sayap kanan dan sayap kiri, karena semakin besarnya jumlah jemaat yang beribadah.
Keberhasilan strategi PI H.A. Van Andel menyebabkan wilayah pelayanan GKJ Margoyudan menjadi sangat luas, sehingga tahun 1929 diadakan pembagian pelayanan.
GKJ Margoyudan bertanggungjawab atas pelayanan daerah utara dan timur, GKJ Danukusuman sekarang menjadi GKJ Jayadiningratan, pelayanan di selatan, dan GKJ Tumenggungan, sekarang GKJ Manahan diberikan tanggungjawab ke barat.
Dari hasil pembagian wilayah tersebut, GKJ Margoyudan memiliki banyak pepanthan yang sedikit demi sedikit dapat mulai di dewasakan, yakni GKJ Nusukan (1969), GKJ Gandekan Solo Timur (1974), GKJ Bibis Luhur (1981), GKJ Dagen Palur (1984), GKJ Imanuel (1996), GKJ Jebres (2002) dan GKJ Petoran (2012).
Hingga sekarang ini GKJ Margoyudan dilayani beberapa pendeta yakni Pdt. Tanto Kristiono, S.Th, M.Min., Pdt. Nike Lukitasari Ariwidodo, S.Th, dan Pdt. Dr. Wahyu Nugroho, S.Mi., MA.
Semoga tulisan sejarah GKJ Margoyudan Surakarta, jejak Pekabaran Injil (PI) Belanda di Indonesia ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id dan silahkan share tulisan ini. ***
Editor : Bramantyo