Setelah rangka dinding selesai, barulah mereka berpindah untuk membuat rangka atap ranting-ranting pohon yang melengkung saling dijalin hingga berbentuk kubah. Pada tahap ini, bagian atap masih diikat lagi agar semakin kokoh.
Setelah bentuk kerangka rumah selesai, barulah ditambahkan rumput atau jerami kering yang disusun mengelilingi kerangka, baik sebagai dinding sekaligus atap rumah.
Pada tahap terakhir, barulah suku Hadza membuat kerangka tempat tidur yang semuanya juga terbuat dari ranting Baobab, sedangkan pada bagian lantainya dihaluskan menggunakan lumpur.
Dalam proses pembuatan rumah ini, uniknya yang membangunnya bukanlah para pria suku Hadza melainkan para wanitanya.
Dari proses awal mencari ranting-ranting tersebut, hingga menjalin ranting menjadi kerangka sebuah rumah, semua dilakukan oleh para wanita dan hanya sedikit dibantu oleh pria.
Suku Pemburu Suku Hadza juga disebut kerumunan pemburu. Sebagai suku pemburu tentunya mereka tinggal secara berpindah-pindah tempat atau nomaden.
Saat musim hujan kelompok-kelompok suku ini pindah ke pegunungan tinggi di mana mereka menempati gua.
Sedangkan pada musim semi dan panas, mereka akan berpindah setiap enam hingga delapan minggu. Mereka bertahan untuk mendapatkan persediaan makanan yang lebih banyak atau mencari tempat berburu baru.
Suku ini tidak memiliki ternak, menanam tanaman, ataupun menyimpan makanannya sendiri.
Suku Hadza bertahan hidup dengan berburu makanan mereka dengan busur dan anak panah buatan sendiri dan mencari makan berupa tanaman yang bisa dimakan.
Pola makan suku Hadza sebagian besar berbasis tumbuhan tetapi juga terdiri dari daging, lemak, dan madu.***
Editor : Bramantyo