Konon, pertemuan keduanya diatur oleh Dewi Rantamsari dengan memasukan roh bidadari ke tubuh Sulasih, kemudian memanggil roh anaknya, yakni Sulandono yang sedang bertapa.
Berdasarkan cerita rakyat tersebut, sejak saat itulah sang penari sintren diyakini telah dimasuki roh bidadari yang dipanggil oleh sang pawang, seperti halnya kisah Sulasih dan Sulandono .
Perlu diketahui, konon syarat menjadi penari sintren harus seorang wanita yang masih benar-benar dalam keadaan suci (masih perawan).
Sebagaimana dikatakan oleh mbah Warid (66), ketua Paguyuban Seni Sintren Sekar Melati dari Desa Asemdoyong, bahwa penari sintren harus asli perawan atau belum pernah disentuh laki-laki.
"Untuk menjadi penari sintren, harus asli perawan belum pernah disentuh laki-laki, dan ritualnya juga ditempuh semenjak masih kecil," kata mbah Warid.
Menurut mbah Warid, biasanya penari sintren akan mengalami pingsan jika bersentuhan dengan tangan laki-laki, biasanya sering terjadi saat penonton laki-laki memberikan uang saweran.
Sebelum pertunjukan sintren dimulai, penari sintren dimasukan kedalam kurungan dengan tubuh terikat, yang kemudian dibacakan mantra dengan diasapi dupa yang dibakar.
Anehnya, saat kurungan dibuka, si penari sintren sudah terlepas dari ikatan tali dan sudah berpakaian cantik bak bidadari, padahal saat dimasukan ke dalam kurungan, penari sintren terikat dan masih mengenakan pakaian yang ia pakai saat itu.
Kemudian, iringan gamelan musik dan nyanyian sinden pun seketika membawa penari sintren menari dengan gemulainya bak layaknya seorang bidadari menari dengan memancarkan pesona daya pikat yang kuat.***
Editor : Bramantyo