SOLO,iNewsbadung.id - Penipuan berkedok penggandaan uang, sepertinya tidak pernah bisa hilang di masyarakat. Dan yang mengherankan, meski kasus-kasus serupa kerap terjadi, namun jumlah korban dari tindak kejahatan yang satu ini sepertinya justru malah terus bertambah.
Sifat materialistis dan serakah yang ada di hati manusia diduga menjadi faktor utama terus eksisnya para penipu dengan modus operandi tersebut.Umumnya mereka akan langsung menyambut dengan antusias.
Ada banyak modus yang biasa dipraktekkan para dukun pengganda uang. Selain melibatkan sebuah sindikat yang terlatih, dalam praktek ini juga tak lepas dari kemampuan para dukun tersebut dalam bermain sulap.
Karena itulah, beberapa alat yang digunakan dalam prakteknya, adalah perlengkapan yang biasa dipakai dalam pertunjukan sulap. Sehingga tentu hasil yang dilihat oleh para korbannya, bukanlah hasil yang nyata.
Keahlian dalam bermain sulap memang kadang dbutuhkan dalam praktek penipuan berkedok penggandaan uang. Dengan property khusus yang memang dkhususkan dalam pertunjukan sulap, seorang dukun bisa mengelabui para korbannya, dengan seolah-olah dia berhasil menggandakan uang.
Untuk meyakinkan korbannya, biasanya seorang dukun akan memakai kotak khusus yang dalam dunia persulapan disebut kotak substitusi.
“Kalau dalam dunia perdukunan, kotak-kotak ini biasa disebut kotak pesugihan. Di mana kita meletakkan sejumlah uang, trus dengan dilambari atraksi-atraksi tertentu, beberapa saat kemudian uang itu sudah berubah jadi banyak. Makanya bagi yang tidak paham, tentu akan dengan mudah tertipu,” papar Ki Gede Solo, seorang spiritualis asal Kota Solo dalam sebuah kesempatan.
Begitu si korban sudah berhasil dijerat, maka skenario berikutnya mulai dijalankan. Sang dukun biasanya akan menyuruh korban untuk menjalankan ritual khusus dengan syarat-syarat tertentu yang terbilang berat. Salah satunya biasanya adalah menunggui kotak dalam sebuah ruangan khusus selama semalam suntuk dan tidak boleh ngantuk apalagi tertidur.
Syarat ini menjadi begitu berat, karena ruangan itu biasanya telah disetting sedemikian rupa, sehingga saat korban menjalani ritual yang dimaksud, pasti akan gagal. Dan karena inti dari kegagalan itu pada datangnya rasa kantuk, maka biasanya dalam ruangan itu telah didesain secara khusus, agar siapapun yang masuk ke dalamnya pasti akan ngantuk.
Bentuk settingan yang dilakukan antara lain adalah menutup ventilasi udara, sehingga pasokan oksigen minim yang membuat si korban akan mengalami kelelahan dan ngantuk. Pencahayaan pun diatur dengan memberikan penerangan yang sangat minim, sehingga membuat si korban akan cenderung ngantuk.
Dan yang paling utama adalah pemberian minuman yang telah diberi obat tidur dalam dosis rendah. Agar si korban tidak curiga. Gabungan dari ketiga hal tersebut tentu akan membuat si korban tidak akan mampu menahan rasa kantuk yang menyerang, hingga akhirnya tertidur saat menjalankan ritual. Padahal biasanya sebelum prosesi ritual dilakukan, si korban biasanya disodori surat pernyataan bermaterei terkait perjanjian yang dibuat antara sang dukun dnegan si korban.
“Dalam perjanjian itu ditulis bahwa bila si korban gagal dalam menjalankan ritual, maka seluruh uang yang dipakai untuk ritual akan menjadi milik sang dukun,
" Woww....
Dan karena si korban tidak pernah menyadari telah dijebak dan merasa mampu menjalankan seluruh ritual yang ada, maka biasanya dia dengan antusias menandatangani surat itu. Untuk menguatkan bukti kegagalan itu, biasanya sang dukun telah menyiapkan kamera untuk merekam segala yang terjadi saat si korban ritual.
Dari situ bisa terlihat kalau si korban memang benar-benar kalah karena tertidur. Dan dia tidak akan bisa mengelak,” ungkap paranormal yang juga dikenal sebagai pelukis ini.
Ki Gede Solo juga menambahkan ada juga modus lain yang secara teknis tidak menggunakan rekayasa apapun. Tapi di dalamnya akan diwarnai dengan bentuk-bentuk sandiwara yang membuat hati dan pikiran korban menjadi bingung.
Untuk modus yang satu ini biasanya sang dukun akan mensyaratkan sesuatu yang relatif cukup berat dan sulit.Sulit di sini sebenarnya bukan sulit dalam arti yang sesungguhnya, namun lebih pada makna kata yang tidak jelas. Artinya sang dukun tidak pernah memberikan batasan yang pasti tentang ciri-ciri dari syarat yang diperlukan dalam ritual.
Sehingga rentan terjadi kesalahan dalam menafsirkan perintah, yang kemudian diklaim sang dukun sebagai kesalahan dalam penyediaan syarat. Dan ujung-ujungnya adalah kegagalan dalam ritual.
Nah, untuk mengantisipasi komplain dari si korban, sang dukun biasanya telah menyiapkan sebuah tim khusus yang berasal dari anak buahnya. Tim inilah yang akan berusaha membuat si korban batal melakukan komplain ataupun penuntutan terhadap sang dukun.
“Komplain terhadap kegagalan ritual biasanya akan dilakukan tidak lama setelah ritual selesai. Dan untuk itu, selama beberapa hari ke depan, sang dukun telah menyiapkan orang-orangnya untuk bersandiwara saat si korban datang," jelas Ki Gede Solo.
Sadiwara tersebut menurut Ki gede Solo di antaranya ada yang mengaku seolah berhasil. Lalu ada yang mengaku berhasil tapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
"Ada yang mengaku sukses, ada yang mengaku gagal, tapi seolah-olah menerima saja karena kebetulan salah satu syarat yang diminta tidak terpenuhi. Hal ini tentu akan membuat emosi si korban mereda dan batal menuntut sang dukun,” sambung Ki Gede.
Dari modus-modus itu, Ki Gede Solo menyarankan agar masyarakat tidak dengan mudah percaya iming-iming penggandaan uang. Dalam praktek perdukunan, perburuan kekayaan biasanya hanya berupa laku pesugihan.
Itupun tidak serta merta membuat seseorang jadi kaya raya. Sebab dalam laku pesugihan ada proses panjang yag harus dilalui, dan umumnya ujung-ujungnya memang akan menuntut jatuhnya korban yang dalam hal ini si pelaku sendiri.
Sebab laku pesugihan pada dasarnya adalah laku yang salah. Sehingga akan menciptakan resiko tersendiri dalam kehidupan pelakunya.***
Editor : Bramantyo