SOLO, iNewsbadung.id - Bukan untuk demit atau danyang, umbul donga yang lakukan Kamis (9/5/2024) di Kampung Gebang, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Banjarsari, Surakarta, disebutkan Ki Lawu Warta untuk masyarakat.
Umbul donga yang dilakukan bertepatan Kamis Legi malam ini dikatakan Ki Lawu Warta merupakan doa yang bertujuan bahwa pemilihan pemimpin negara telah selesai dengan damai, tanpa huru hara.
Menurut Ki Lawu Warta, doa hanya sebuah ucapan, di mana suara itu ada tapi juga tidak ada, tidak ada wujud, karena perwujudan doa yang nyata adalah dengan menanam pohon, melepas burung, menebar ikan di sungai.
Dalam umbul donga, Ki Lawu Warta menyebutkan ada unsur sedekah, sebagai bentuk upacara, di mana kemudian untuk andrawina, makan bersama, bukan untuk demit, atau danyang, tapi untuk masyarakat bersama.
Intinya ditambahkan Ki Lawu Warta bahwa sebagai manusia harus bertanggungjawab, karena peradaban yang dulunya sebenarnya untuk membantu manusia, survive dalam menjalani kehidupan, namun dalam realitanya, peradaban yang sekarang ini terjadi sudah meninggalkan akhlak dan moral.
"Makanya dengan doa-doa ini, kita sebenarnya mengembalikan spirit leluhur," terang Ki Lawu Warta.
Diiringi kidung dan sholawat, umbul donga diharapkan menjadi peradaban baru, di mana sebagai manusia memiliki tanggungjawab kepada alam, semesta, makhluk lain, dengan perwujudan menjaga alam untuk tujuan ngelmu kasampurnan (belajar kesempurnaan).
"Artinya, dunia ini diciptakan Tuhan, baik adanya. Makanya karena perbuatan manusia, justru akhirnya merusak alam itu sendiri," jelas Ki Lawu Warta.
Umbul donga juga dikatakan budayawan ini sebagai perwujudan menjaga alam untuk menebus dosa kalau ada dosa, maka menebus kekeliruan, kesalahan.
Peradaban ini tidak boleh didiamkan, karena jika didiamkan akan hancur.
Sebagai orang Jawa, orang Nusantara memiliki kearifan luar biasa adiluhung, karena itu dalam umbul donga ini mencoba menggali lagi, untuk tujuan menjaga alam, sastro jendro atau ilmu kasampurnan, dari Allah kembali ke Allah.
"Dimulai dari Kampung Njawani, artinya kampung Jawa, di mana Jawa itu bukan suku Jawa, kampung Jawa, atau busana Jawa, tetapi Jawa merupakan pemahaman tentang hidup, ilmu bagaimana hukum alam, hukum kebudayaan dan hukum Tuhan. Jawa adalah pemahaman tentang hidup," urai Ki Lawu Warta.
Ki Lawu Warta berharap, masyarakat Kampung Gebang atau yang banyak disebut sebagai Kampung Njawani ini mampu memahami dan menyikapi pemahaman tentang hidup.
Sementara Cristian atau Ginjuk, salah satu warga si Kampung Njawani yang merupakan pegiat budaya mengatakan bahwa umbul donga pada mulanya diawali oleh AUB atau kini berubah nama menjadi UNDHA AUB.
Bersama PLKJ atau Pusat Lembaga Kajian Jawa, yang juga dilahirkan AUB, umbul donga dilakukan secara rutin, untuk ngruwat bumi (merawat bumi) dan ngruwat manungsa (merawat manusia).
"Berjalannya waktu, saya mendorong AUB agar umbul donga juga dilakukan di tengah masyarakat, lebih mendekat pada masyarakat," terang Cristian.
Gayung pun bersambut, umbul donga pun akhirnya digelar juga di tengah masyarakat, di mana telah berjalan lebih dari lima tahun dilaksanakan di Kampung Njawani, bekerjasama dengan UNDHA AUB, YKDP, PLKJ dan Komunitas HI.
Semoga tulisan tentang bukan untuk demit, umbul donga di Kampung Njawani dilakukan untuk ini, dapat bermanfaat untuk para pembaca, jangan lupa share dan nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id. ***
Editor : Asarela Astrid