7 Mata Air Sakti Pangeran Sambernyawa di Lereng Gunung Lawu

Burhani
7 Mata Air Sakti Pangeran Sambernyawa di Lereng Gunung Lawu (Foto: iNewsbadung.id/Burhani)

KARANGANYAR, iNewsbadung.id - Tujuh mata air yang terletak 20 KM dari pusat Kota Karanganyar atau 38 KM dari Kota Solo atau tepatnya di hutan  pinus Argotiloso, Pablengan, Matesih, Karanganyar ini, tak bisa dipisahkan dari Pangeran Samber Nyawa, Raja pertama sekaligus pendiri Pura Mangkunegaran.

Nama kecil Pangeran Sambernyawa yakni Raden Mas Said, atau Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.

Raden Mas Said, terlahir di Kraton Kartasura, 7 April 1725, putera dari Pangeran Mangkunegara Kendang (putra sulung Amangkurat IV) dan  R. Ay. Wulan, puteri Pangeran Blitar. Sedangkan kakeknya adalah Sinuwun Amangkurat IV.

Nama R.M Sahid sendiri merupakan pemberian dari neneknya sebelum wafat, yang artinya bahwa Sri Sunan masih bisa 'menangi' (melihat)kelahiran cucunya sebelum wafat.

Sejak usia ramaja RM Said adalah sosok yang tangguh, kuat dan memiliki bakat berperang.

Sebab itulah ketika usianya  menginjak 15 tahun sudah diangkat menjadi  mantri oleh PB II dan diberi anugrah gelar  Pangeran Suryokusumo.

Perjuangan Pangeran Sambernyawa, sudah tidak diragukan lagi. Berperang melawan ketidakadilan dan  membela tanah airnya dari penjajahan Belanda (Kompeni).

Perjuangannya melawan penjajah Kompeni dan juga kerajaan yang pro kepada Kompeni selama hampir 16 tahun lamanya dengan pertempuran sebanyak 250 kali.

Dengan jumlah pasukan yang terbatas dan peralatan perang yang sederhana dan minim, seperti keris, tombak dan pistol hasil rampasan tentara Kompeni.

Namun, Pangeran Sambernyawa mampu memikul mundur Belanda. Bahkan Pangeran Sambernyawa berhasil menebas kepala kapten Van der Pol dengan tangan kirinya.

Kemudian penyerbuan ke benteng Vredeburg Belanda dan keraton Yogya-Mataram karena Raden Mas Said marah VOC membakar dan menjarah harta benda penduduk desa.

Dalam berperang Raden Mas Said menggunakan motto yang menjadi semangat bertempur pasukannya yakni 'tiji tibeh' (mati siji mati kabeh, mukti siji mukti kabeh) yang artinya gugur satu gugur semua, sejahtera satu sejahtera semua.

Salah satu lokasi yang dijadikan lokasi benteng pertahanan Pangeran Sambernyawa adalah wilayah Sapta Tirta Pablengan.

Meski bentengnya hancur, namun Sapta Tirta Pablengan tidak terusik.  Bahkan tentara VOC mengaku kalah dengan taktik perang gerilya Pangeran Sambernyawa dan pasukannya.

Salah satu lokasi yang dijadikan lokasi benteng pertahanan Pangeran Sambernyawa adalah wilayah Sapta Tirta Pablengan.

Meski bentengnya hancur, namun Sapta Tirta Pablengan tidak terusik.  Bahkan tentara VOC mengaku kalah dengan taktik perang gerilya Pangeran Sambernyawa dan pasukannya.

Juru kunci sekaligus pengelola lokasi wisata Sapta Tirta Pablengan, Sugeng,  mengatakan Pangeran Samber Nyawa mendapat petunjuk dari Yang Maha Kuasa untuk mandi menggunakan air dari Sapta  Tirta Pablengan.

Semua proses tersebut memiliki makna tertentu kenapa harus mandi dari tujuh mata air tersebut.

Untuk mandi yang pertama, Pangeran Samber Nyawa mandi dengan menggunakan sumber air bleng, yang bertujuan 'ngeblengke tekad' ( menyatukan tekad) pikiran, hati dan keinginan untuk mengusir Belanda dari wilayah Mataram.

Proses mandi yang kedua menggunakan air urus-urus, yang bermakna agar segala tujuannya terurus dengan baik.

Yang ke tiga mandi dengan menggunakan sumber air londo (soda) agar memperoleh kesegaran jasmani dan rohani dengan cara meminumnya.

Selanjutnya Pangeran Samber Nyawa mandi di sumber air hidup dan sumber air mati. Tujuannya agar segala cita-cita perjuangan, hidup dan matinya di pasrahkan pada Tuhan YME.

Sumber air hidup sampai saat ini airnya terus bergerak seperti air yang sedang di rebus.

Tak hanya untuk dirinya saja, kala itu Pangeran Samber Nyawa juga menggembleng prajuritnya di Sapto Tirto. Bahkan Sapto Tirto disebut sebagai  Candradimukanya bagi para prajurit Samber Nyawa.

Disini  para prajurit di mandikan  dengan sumber air kasekten (kesaktian) dengan tujuan agar prajuritnya memiliki kekuatan, keberanian dan kewibawaan dan memiliki jiwa patriotisme agar dapat mengusir penjajah Belanda dari bumi Mataram.

Akhirnya sebagai penutup Pangeran Samber Nyawa mandi menggunakan air kamulyan atau air hangat tujuannya agar semua cita-citanya mengusir Belanda mendapat kemulyaan dan ketentraman bagi rakyat Mataram.

"Jika dulu Sapta tirta dipercaya  digunakan oleh Pangeran Samber Nyawa ketika menempa olah kanuragan atau kesaktian. Sekarang  Kini pemandian Sapta Tirta menjadi tempat wisata spritual yang banyak dikunjungi oleh peziarah, pungkasnya.***

Editor : Bramantyo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network