MAGELANG, iNewsbadung.id - Relief yang dipahatkan pada sebuah candi, tidak hanya berfungsi sebagai penambah keindahan (estetika), tetapi juga mengandung urutan cerita yang bermakna simbolis, tidak terkecuali relief di Candi Borobudur.
Pada Candi Borobudur relief dipahatkan di bagian kaki dan tubuh candi, menariknya dan sekaligus menjadi misteri adalah keberadaan relief di kaki Candi Borobudur yang ditutupi atau ditimbun batu.
Relief Candi Borobudur yang menggambarkan cerita berjumlah 1460 panil, tersusun dalam dua deret mengitari bangunan candi.
Yang menarik adalah misteri 160 panil relief di kaki Candi Borobudur yang harus ditimbun 13.000 meter kubik batu, sehingga penimbunan batu yang menutupi sebagian besar relief menimbulkan pertanyaan, rasa penasaran dan spekulasi bernada miring yang menganggap relief yang ditimbun adalah porno.
Dilansir iNewsbadung.id dari buku Seri Fakta dan Rahasi Dibalik Candi : Candi Borobudur, ditimbunnya 160 panil relief cerita di bagian kaki Candi Borobudur ternyata telah banyak menimbulkan anggapan miring (negatif).
Ada yang beranggapan relief di kaki Candi Borobudur itu harus ditutup karena adanya relief-relief adegan kekerasan ataupun adegan yang tidak layak untuk dilihat (porno).
Anggapan bernada negatif itu bahkan sampai ke telinga seorang petinggi militer bala tentara Jepang saat masih menguasai Indonesia.
Tidak ingin anggapan-angapan di tengah masyarakat berkembang kemana-mana, maka tahun 1942, petinggi militer Jepang yang juga ikut penasaran adanya berita miring itu akhirnya memerintahkan membuka bagian kaki candi di sudut tenggara.
Bagian yang dibuka atas perintah petinggi militer Jepang itu tetap dibiarkan terbuka sampai hari ini untuk menjawab misteri kaki candi yang dianggap porno itu.
Lalu sebenarnya relief apakah di bagian kaki Candi Borobudur, sehingga perlu dikubur dan disembunyikan? Jawaban dari misteri relief di kaki Candi Borobudur ini ada di Museum Borobudur.
Di museum ini menyimpan foto-foto dari 160 panil relief yang dipahatkan pada kaki Candi Borobudur. Foto-foto luar biasa itu hasil karya fotografer pribumi Kassian Cephas.
Tanpa dedikasi fotografer ini, generasi sekarang dan akan datang tidak akan pernah tahu penampakan 160 panil relief Karmawibhangga yang tersembunyi di bawah kaki Candi Borobudur.
Foto-foto itu atas inisiatif peneliti Belanda yang bernama Ijzerman yang membuka batu penutup kaki candi untuk penelitian pada tahun 1885. Dan selanjutnya bersama Kassian Cephas melakukan pendokumentasian seluruh panil relief yang berjumlah 160 panil.
Setelah selesai dengan pendokumentasian, untuk alasan keamanan konstruksi dari keseluruhan bangunan Candi Borobudur, batu-batu penutup itu dikembalikan kembali dengan sangat hati-hati.
Relief 160 panil cerita yang diambil dari kitab Karmawibhangga sekarang tidak lagi bisa dilihat karena ditutup 13.000 meter kubik batu, kecuali di sudut tenggara yang dibuka pada masa pendudukan jepang itu.
Foto-foto relief cerita Karmawibhangga ini sekarang disimpan di museum Borobudur dan museum Amsterdam Belanda.
Misteri relief yang tersembunyi di kaki Candi Borobudur itu sebenarnya relief yang diambil dari Kitab Karmawibhangga (berisi hukum sebab-akibat perbuatan manusia) berjumlah 160 panil.
Panil ini tidak menggambarkan cerita beruntun, tetapi 117 panil memperlihatkan satu macam adegan yang ditimbulkan akibat berbagai jenis perbuatan manusia, sedangkan 43 panil lainnya memperlihatkan berbagai macam keadaan manusia akibat dari satu jenis perbuatan.
Nj. Krom dan Jan Fontain yang melakukan penelitian relief Karmawibhangga, mencontohkan perbuatan buruk manusia yang bisa berakibat umur pendek pada kelahirannya kembali.
Contohnya membunuh makhluk hidup dengan tangan sendiri, terpengaruh orang melakukan pembunuhan, gemar membunuh, senang melihat orang dibunuh, mengharapkan kematian orang yang dibenci, menyebabkan orang melakukan aborsi, juga mendorong orang saling menyakiti.
Perbuatan jahat semasa hidup juga akan berakibat nestapa pada kelahiran berikutnya, tidak hanya berumur pendek, tetapi manusia yang semasa hidupnya penuh dengan kejahatan juga akan terlahir kembali secara hina sebagai binatang, seperti kelinci, kijang, sapi, ular naga, garuda, bahkan bisa pula menjadi hantu, dan raksasa buruk rupa (asura).
Sementara perbuatan baik yang bisa menghantarkan orang pada kelahirannya kembali masuk ke surga misalnya pemberian dana (sedekah) kepada fakir miskin, pendeta, tempat-tempat ibadah, memuja stupa dan sebagainya.
Setiap satu dana (sedekah) akan berkibat pada 10 pahala kelahiran kembali yang baik, sebagai orang penting (berkuasa) dan kelahiran kembali di Surga.
Setelah relief pada kaki candi, ada sepuluh deretan relief cerita lainnya, dimana relief-relief cerita ini terdapat pada bagian tubuh candi atau bagian Rupadhatu.
Relief-relief ini dipahat pada dinding candi dan pagar langkan pada seriap tingkat, dimana tingkat pertama terdapat empat deret relief, sedangkan tiga tingkat di atasnya masing-masing terdapat dua deret relief.
Tingkat dua, pada dinding candi yang tingginya lebih dari tiga meter, dihiasi dua deret relief (atas dan bawah). Masing-masing terdiri atas 120 panil.
Relief bagian atas menceritakan riwayat hidup Sang Buddha (diambil dari Kitab Lalitawistara), dimulai dari saat Sang Buddha berada di surga Tushita sampai saat pengajarannya yang pertama di Taman Lumbini.
Deret di bawahnya, menggambarkan cerita Kitab Jataka (kehidupan Buddha dalam beberapa penjelmaan sebelum menjadi Buddha), yang diambil dari Kitab Awadana (Cerita serupa Jataka, diperankan tokoh lain).
Pada pagar langkan ada dua deret relief, dimana keduanya menggambarkan cerita Jataka dan Awadana. Relief atas 372 panil dan bagian bawah berjumlah 128 panil.
Pembacaan relief Candi Borobudur dimulai dari pintu di sebelah timur, dan dibaca secara pradaksina, artinya dibaca searah jarum jam, posisi relief ada di kanan kita saat melangkah.
Dimulai dengan naik candi dari sisi timur, menuju lorong pertama , menghadap ke relief dan berjalan ke kanan candi, dan relief berakhir di kanan tangga dan naik ke tingkat selanjutnya.
Demikian sambung, menyambung.1.460 panil bila dibentangkan dalam satu garis lurus, panjangnya tidak kurang dari 5 kilometer. ***
Editor : Asarela Astrid
Artikel Terkait