Candi Kidal Malang, Menyiratkan Harapan Raja Anusapati untuk Kebebasan Ibunda Ken Dedes

Airlangga Maryanto
Candi Kidal di Kabupaten Malang, saksi tentang harapan sebuah kebebasan. Foto :

MALANG, iNewsbadung.id - Candi Kidal terletak di Desa Rejo Kidal, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dimana candi ini dibangun untuk memuliakan Raja Anusapati, raja kedua kerajaan Singasari. 

Candi ini memuat banyak fakta menarik, salah satunya adalah relief Garudeya yang dipahatkan dengan indah di Candi Kidal. 

Dipahatkannya relief Garudeya bukan sekedar relief biasa, tetapi relief yang menyiratkan harapan Raja Anusapati untuk kebebasan Ibunda Ken Dedes.  

Harapan Raja Anusapati untuk kebebasan Ibunda Ken Dedes yang diperistri Ken arok setelah membunuh Ayahnya Tunggul Ametung, diisyaratkan dalam pembuatan Relief cerita Garudeya di Candi Kidal. 

Cerita Garudeya dilansir iNewsbadung.id dari kitab Mahabarata, bagian pertama, yaitu kitab Adiparwa, diceritakan bahwa Garuda merupakan anak dari Begawan Kasyapa. 

Begawan yang sakti ini memiliki dua istri, yaitu Dewi Kadru dan Dewi Winata, dimana kedua istri Begawan Kasyapa itu ternyata tidak memiliki seorang anak. 

Kasyapa kemudian memberikan 1000 telur kepada Dewi Kadru dan dua telur untuk Dewi Winata. 1000 telur Dewi Kadru menetas menjadi 1000 ekor naga. 

Sementara, dua telur Dewi Winata tak kunjung menetas, maka Winata yang malu memecah satu telur tersebut, keluarlah seekor burung kecil yang belum sempurna, diberi nama Aruna yang kelak dikisahkan menjadi kusir Dewa Matahari (Dewa Surya).

Satu telur lagi menetas menjadi seekor burung yang gagah kemudian diberi bernama Garuda.

Suatu hari, Dewi Winata kalah bertaruh dengan Dewi Kadru dalam menebak warna ekor kuda Uchaiswara yang keluar dari samodera. 

Winata harusnya menjadi pemenang karena tepat menebak warna ekor kuda Uchaiswara berwarna putih, tetapi kelicikan Kadru dan para naga, ekor kuda Uchiswara menjadi hitam karena dibakar dengan api yang keluar dari mulut para naga.

Dewi Winata yang kalah dalam taruhan itu, dijadikan budak oleh Dewi Kadru untuk merawat 1000 ekor naga anaknya.

Garuda menjadi sangat marah mengetahu derita Ibunya dan bertekad membebaskan Sang Ibu, dia menyerang para naga. 

Pertempuran antara Garuda yang dikerubut 1000 naga amat dahsyat,  berlangsung lama dan tidak ada yang kalah dan menang.

Akhirnya para naga bersedia membebaskan Dewi Winata asal Garuda dapat menukar dengan air kehidupan milik dewa, “Tirta Amerta”.

Demi kebebasan Sang Ibu, Garuda menyanggupi dan terbang ke tempat para dewa, namun tentu saja para dewa tak bisa melepaskan “Tirta Amerta”, sehingga perang tak  terhindarkan, bagi Garuda lebih baik mati bila pulang tanpa membawa hasil.  

Dewa Wisnu berhasil meredakan kemarahan Garuda, karena Dewa Wisnu berjanji memberikan air Amerta dengan syarat Garuda mau menjadi wahana Wisnu (tunggangannya). 

Demi Sang Ibu, Garuda menerimanya dan berbekal air kehidupan abadi Tirta Amerta, Garuda segera melesat terbang menjumpai Dewi Kadru dan anaknya para naga.

Penebusan Sang Ibu dengan Tirta Amerta pun terjadi, namun sebelum melesat pergi, Garuda memberikan pesan Dewa Wisnu kepada para naga.

Untuk bisa hidup abadi, sebelum minum air dewa itu, para naga harus membersihkan dahulu (sesuci), tetapi rupanya 1000 naga ingin hidup abadi semuanya, sehinga mereka berebut dahulu terjun ke samudera untuk membersihkan diri.

Para naga melupakan guci berisi Tirta Amerta dan tergeletak di tengah ilalang, sehingga saat para naga lengah, Dewa Wisnu mengambil air kehidupan itu lagi. 

Betapa marahnya para naga ketika guci Tirta Amerta sudah tidak ada, namun para naga mengira air Tirta Amerta itu tumpah di rumput ilalang, bahkan dengan rakus mereka menjilati ilalang hingga membelah lidahnya.

Kegigihan Garuda membebaskan ibunya dari belenggu perbudakan Dewi Kadru dan para naga inilah yang menginspirasi Raja Anusapati untuk membebaskan derita batin Ibunda Ken Dedes yang diperistri Ken Arok setelah membunuh Akuwu Tunggul Ametung, Ayahnya. 

Sebagai seorang putra, dia yang paling tahu derita Ibundanya Ken Dedes, apalagi setelah Ken Arok juga mengambil istri Ken Umang.

Candi Kidal merupakan Candi Hindu (Siwa) yang menghadap ke barat dengan dilengkapi tangga masuk ke bilik candi. 

Denah bangunan berbentuk segi empat dengan gaya Jawa Timur yang menonjol, yaitu bentuk bangunan candi yang tinggi dan ramping, sedangkan di atas pintu masuk candi Kidal dihiasi hiasan kepala Kala, begitu pula pada relung-relungnya.

Atap Candi Kidal sebagian telah rusak, kemungkinan besar atap Candi Kidal berbentuk kubus seperti lazimnya candi-candi di Jawa Timur. 

Dalam Kitab Negarakertagama tulisan Mpu Prapanca, disebutkan bahwa Bathara Anusanatha (Raja Anusapati) didharnakan di Kidal dan diwujudkan sebagai Siwa. 

Namun, sekarang arca tersebut sudah tidak ditemukan lagi di bilik utama candi.

Nama “Kidal” yang memiliki arti kiri, mengandung dua pengertian, pertama, Raja Anusapati adalah pengikut aliran Siwa yang menyimpang dari ajaran Siwa. 

Hal itu tampak pada pemilihan relief cerita yang ada di candi Kidal yang lebih memilih cerita Garudeya (cerita yang popular di kalangan penganut aliran Wisnu) daripada memilih relief cerita bertema Siwa. 

Arti Kidal yang kedua, bermakna bahwa “Sang Anusanatha/ Raja Anusapati” adalah “anak kiri” dari Raja Ken Arok Sang Amurwabhumi, Pendiri kerajaan Singasari. 

Raja Anusapati adalah anak Ken Dedes dengan Akuwu Tunggul Ametung. 

Semoga tulisan ini bermanfaat dan silahkan share tulisan ini, serta nantikan tulisan lain hanya di iNewsbadung.id. ***

Editor : Asarela Astrid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network