YOGYAKARTA, iNewsbadung.id - Gereja Kristen Jawa (GKJ) Sawokembar atau disebut juga GKJ Gondokusuman, 23 November 2023 nanti, genap berusia 110 tahun.
Satu abad lebih usia gereja ini, cukup bersejarah, lebih tua dari sejarah lahirnya NKRI sendiri, dan lewat sejarah GKJ Sawokembar, tonggak kekristenan di Yogyakarta bisa dirunut sejarahnya.
Dilansir dari buku Sejarah GKJ Sawokembar dan sumber lain, tonggak sejarah GKJ Sawokembar, tidak dapat dilepaskan dari peran Pendeta Yacob Wilhelm, yang memulai tugas membantu Pendeta Bieger di Yogyakarta.
Pada saat itu, ajaran Kristen sudah berkembang luas di Purworejo dan Bagelan, diajarkan Kiai Sadrach .
Dalam pekembangannya kekristenan Kiai Sadrach meluas ke timur memasuki daerah Kasultanan Yogyakarta.
Bibit-bibit kekristenan di daerah Kasultanan Yogyakarta pertama kali tumbuh di Desa Prangkokan, Pegunungan Menoreh, selatan Samigaluh, dimana daerah ini menerima ajaran Agama Kristen dari orang-orang Kristen Desa Jelok dan Bulu, Purworejo.
Sementara di pesisir selatan, kekristenan memasuki Desa Selong dan Kulonprogo Yogyakarta tahun 1885.
Dari kedua desa inilah ajaran Kristen berkembang ke arah timur memasuki Yogyakarta.
Pionir pribumi yang berani membawa ajaran Kristen ke kota Yogyakarta tahun 1886 adalah seorang pemuda asal Desa Sengon yang bernama Eliyah.
Ketekunan dan keberaniannya menyebarkan Injil bisa menerobos tembok istana, hingga Raden Mas Suryohasmoro Nototaruno, Cucu Pangeran Paku Alam akhirnya menerima tanda baptis di kota Purworejo, pada 30 Mei 1886, karena pada saat itu di daerah Yogyakarta masih ada larangan pelaksanaan pembaptisan.
Sebenarnya Pdt. Jacob Wilhelm berkali-kali mengajukan permohonan melayani pembatisan di Yogyakarta, tetapi selalu ditolak Residen J. Van Baak dengan alasan tidak ingin kehadiran orang-orang Kristen yang telah dibaptis akhirnya akan membuat keresahan dan membahayakan Pemerintahan Yogyakarta.
Setelah Residen Van Baak diganti Mullemeister, secara resmi Pdt. Jacob Wilhelm, pada 21 Januari 1891 mendapatkan izin dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Yogyakarta, mengembangkan Injil dan melaksanakan sakramen baptis di daerah kasultanan Yogyakarta.
Keluarnya surat ijin tersebut, berarti Kota Yogyakarta sudah terbuka lebar-lebar untuk penyebaran Injil Kristus.
Surat tersebut juga berarti larangan masuk Kristen bagi penduduk pribumi di Yogyakarta sudah tidak ada lagi.
Sayang Pdt. Jacob Wilhelm yang sudah banyak melakukan pembaptisan kepada penduduk pribumi dan bersahabat dekat dengan Raden Mas Suryohasmoro dan Kiai Sadrach, cepat dipanggil Tuhan, karena sakit malaria pada usia 37 tahun.
Penggantinya adalah dokter J.G. Scheurer, setibanya di Yogyakarta tinggal di kampung Bintaran dekat dengan istana Kanjeng Gusti Pangeran Ario Adipati Paku Alam.
Di kampung Bintaran Scheurer memulai tugas pelayanan dengan membuka klinik kesehatan, dimana dengan sabar dan tekun, J.G. Scheurer membacakan ayat Alkitab dan menerangkan kepada para pasien yang datang berobat sebelum dilayani pengobatannya.
Dalam tugas ini, dokter Scheurer dibantu empat orang pribumi yaitu Yoram dari Purworejo, Sambiyo dari Solo, dan Samuel serta Eliada.
Dokter Belanda yang mendapat julukan Dokter Tulung, karena suka menolong orang sakit tanpa mengharapkan balasan biaya, memandang perlu mendirikan rumah sakit, mengingat banyaknya warga membutuhkan pertolongan.
Keinginan dokter yang banyak membantu menyelamatkan warga Yogyakarta ini mendapat dukungan dari Sri Paduka Kanjeng Sultan Yogyakarta, sehingga tanah milik Kasultanan yang sangat luas diberikan untuk pendirian rumah sakit di kampung Gondokusuman, dengan pembangunan selama 10 bulan.
Pada 1 Maret 1900, secara resmi Zending Hospital Petronella, sekarang Rumah Sakit Bethesda dibuka, sehingga sejak berdirinya Rumah Sakit Petronella di kampung Gondokusuman ini menyebabkan kampung Gondokusuman banyak dihuni keluarga-keluarga Kristen, dari berbagai tempat yang bekerja di Rumah Sakit Petronella.
Mereka ini berhimpun menjadi sebuah kelompok (Panthan), dimana panthan umat Kristen di Gondokusuman ini berstatus menjadi bagian dari Jemaat Kristen Gereformeerd di Amsterdam yang kemudian mengirim Pendeta Coenelius Zwaan untuk melayani jemaat Gondokusuman yang mulai berkembang.
Pada 22 Desember 1901, Panthan Gondokusuman pertama kali mengadakan sakramen Perjamuan Kudus, dihadiri 25 warga Kristen, 22 warga pribumi dan 3 warga Cina.
Selanjutnya tahun 1904, Panthan Gondokusuman pertama kalinya mengadakan kebaktian di gereja sendiri, setelah sekian lama memakai ruang klinik Rumah Sakit Petronella.
Sejarah akhirnya mencatat, pada 23 November 1913 jemaat Gondokusuman menjadi jemaat dewasa, berdiri atas kekuatan sendiri.
Namun baru tanggal 29 April 1926, Majelis GKJ Gondokusuman berhasil mentahbiskan pendeta pribumi yang pertama, yaitu Pdt. Ponidi Sopater.
Perkembangan jemaat luar biasa, sehingga majelis gereja berencana membangun gedung gereja baru yang bisa memuat 1000 jemaat.
Peletakkan batu pertama dilakukan pada 18 November 1929, selesai dalam waktu satu tahun, dimana peresmian gedung gereja dilaksanakan Kamis, 11 Desember 1930 dengan upacara kebaktian.
Untuk menandai hari bersejarah itu, Pdt. Ponidi Sopater menanam dua buah pohon sawo kecik di halaman gereja, sehingga Gereja Gondokusuman kemudian dinamakan Gereja Kristen Jawa Sawokembar Gondokusuman, Yogyakarta.
Semoga tulisan GKJ Sawokembar, 1 abad tonggak kekristenan di Yogyakarta ini bermanfaat bagi para pembaca.
Nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id, dan silahkan share tulisan ini. ***
Editor : Asarela Astrid
Artikel Terkait