MALANG, iNewsbadung.id - Candi Badut, jejak kebesaran Hindu dan pengakuan bagi penyiar Agama Hindu di Jawa Timur ini dianggap sebagai tonggak awal tampilnya Jawa Timur di panggung sejarah.
Candi Badut, terletak di Kalurahan Karang Besuki, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur ini oleh para ahli arkeologi juga dianggap sebagai bukti jejak kebesaran Hindu di Malang, dan Jawa Timur pada umumnya.
Sebagai candi Hindu (Siwa), jejak kebesaran Hindu dan pengakuan bagi penyiar agama Hindu di Jawa Timur ini memiliki gaya bangunan dengan gaya seni yang tua, yaitu langgam Jawa Tengah, pada periode abad delapan dan sembilan Masehi, seperti di dataran tinggi Dieng dan Gedong Songo.
Candi peninggalan Kerajaan Hindu Kanjuruhan di Kota Malang, Candi Badut dibuat dari batu andesit, bukan bata merah seperti umumnya candi Jawa Timur.
Nama Candi Badut diambil dari bahasa Sansekerta “Bha-dyut” berarti sorot bintang Canapus atau sorot bintang Dewa Agastya.
Berdasarkan nama Candi Badut, dapat diketahui bahwa Candi Badut adalah Candi Hindu (Siwa), sebagai tempat Dewa Siwa dipuja sebagai Agastya (Siwa Guru).
Dilansir iNewsbadung.id dari Buku Seri Fakta dan Rahasia dibalik Candi : Candi Pra Majapahit, penulis Daniel Agus Maryanto, dikatakan bahwa pemujaan kepada Agastya (Siwa Guru) di Candi Badut, mencerminkan bentuk pengakuan Raja Gajayana kepada para cerdik pandai dan penyiar agama Hindu di Jawa Timur.
Pendapat lain tentang nama Candi Badut dikemukan Prof. Dr. Poerbatjaraka, dimana nama Badut berasal dari nama asli Raja Gajayana, yaitu Liswa.
Kata Liswa (Sansekerta) berarti anak komedi /tukang tari, dalam bahasa Jawa “Badut’.
Tidak banyak yang tahu, jika nama stadion Gajayana dan Kanjuruhan diambil dari sisa-sisa peradaban Hindu di Kota Malang, yaitu Candi Badut.
Candi Badut ditemukan pertama kali tahun 1921, dimana saat ditemukan masih berupa gundukan bukit batu dan reruntuhan bangunan.
Orang yang pertama kali memberitakan keberadaan Candi Badut adalah Maureen Brecher, seorang kontrolir, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda yang bertugas di kota Malang.
Prasasti yang mendukung Candi Badut adalah Prasasti Dinoyo, berangka tahun 760 Masehi, bertuliskan huruf Kawi dan berbahasa Sansekerta.
Prasasti Dinoyo menceritakan bahwa pada awal abad delapan Masehi, ada sebuah kerajaan Hindu berpusat di Kanjuruhan dengan rajanya bernama Dewa Shima.
Raja Dewa Shima mempunyai putra bernama Liswa, kemudian menggantikan ayahnya menjadi raja, bergelar Gajayana.
Dari nama kerajaan yang pernah berdiri di daerah Malang bernama kerajaan Kanjuruhan itulah nama Stadion Kanjuruhan diambil.
Sementara Stadion Gajayana diambil dari nama Raja Kanjuruhan, yaitu Raja Liswa, bergelar Gajayana.
Semoga tulisan Candi Badut, jejak kebesaran Hindu dan pengakuan bagi penyiar Agama Hindu di Jawa Timur ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Nantikan terus tulisan-tulisan lain hanya di iNewsbadung.id dan silahkan share tulisan ini agar dapat diketahui dan menjadi referensi bagi para pembaca. ***
Editor : Bramantyo
Artikel Terkait