Diyakini sebagai Murid Sunan Kalijaga, Monyet Goa Kreo Kerap Jadi Petunjuk Peristiwa Besar

Klasik Herlambang
Kawanan Monyet di jalan menuju Goa Kreo yang diyakini sebagai murid Sunan Kalijaga (Foto: iNewsbadung.id/Klasik Herlambang)

SEMARANG, iNewsbadung.id - Selain menyajikan keindahan alam, Goa Kreo yang berada di Desa Talun Kacang, Kecamatan Gunung Pati, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah merupakan salah satu tempat wisata yang unik.

Sebab kawasan di sekitar goa ini dihuni oleh ribuan ekor monyet ekor panjang, yang diyakini sebagai jelmaan pengikut Sunan Kalijaga.

Dan monyet-monyet ini meskipun tampak liar, mereka tidak pernah sampai mengganggu para pengunjung yang ingin menikmati indahnya pemandangan di sekitar goa.

Bahkan beberapa di antaranya akan terlihat sangat akrab dengan para pengunjung yang menyodorinya makanan.

Goa Kreo sendiri adalah tempat di mana Sunan Kalijaga melakukan tapa semedi untuk meminta petunjuk dari Tuhan terkait dengan upaya pembangunan Masjid Agung Demak.

Konon beliau diberi tugas untuk mencari kayu jati yang akan digunakan sebagai tiang penyangga masjid itu.

Namun setelah mendapatkan batang kayu jati yang berukuran sangat besar, Sunan Kalijaga kebingungan untuk bisa membawanya.

Maka dia kemudian berdoa kepada Tuhan agar diberikan petunjuk. Namun alangkah terkejutnya sang sunan saat selesai berdoa ternyata dia didatangi empat ekor monyet dengan warna bulu yang berbeda-beda. Yaitu putih, hitam, merah dan coklat.

Monyet-monyet itu kemudian menawarkan bantuan untuk membawakan batang kayu jati itu, dengan satu syarat mereka diangkat sebagai murid sang sunan.

Dan Sunan Kalijaga semakin heran melihat kekuatan yang dimiliki binatang-binatang itu.

Sebab, meski badannya kecil, namun keempatnya bisa memikul batang kayu jati yang ukurannya sangat besar.

Padahal beberapa pengikut Sunan Kalijaga yang memiliki kesaktian tinggipun tidak mampu mengangkatnya, apalagi memikulnya untuk dibawa ke Demak.

Sesampainya di tepi sebuah sungai besar Sunan Kalijaga berpikir bahwa dia tidak mungkin membawa monyet-monyet itu ikut serta ke Demak. Apalagi sambil menunjukkan kekuatannya yang luar biasa.

Karena itu dia kemudian menyuruh monyet-monyet itu untuk menghanyutkan kayu itu di sungai yang arusnya memang mengarah ke Demak.

Selanjutnya dia berterima kasih sambil berpesan agar monyet-monyet itu menjaga kawasan Gua Kreo. Tak hanya itu, Sunan Kalijaga juga berjanji bahwa suatu saat akan datng kembali ke goa itu untuk mengajarkan ilmunya pada binatang tersebut.

Kini sebagai peringatan atas peristiwa itu warga di sekitar Goa Kreo selalu menggelar ritual tradisi sesaji Rewanda.

Yang mana dalam tradisi ini berbagai bentuk sesaji yang berupa makanan dibawa ke depan pelataran goa untuk didoai dan kemudian dibiarkan menjadi santapan kawanan monyet yang hidup di sana.

Ada peristiwa menarik yang biasanya terjadi saat prosesi ritual ini, yaitu kemunculan empat jenis monyet dengan warna yang berbeda yang diduga sebagai murid Sunan Kalijaga.

Empat jenis monyet ini meski sama-sama tinggal di kawasan Hutan Kreo, tapi mereka telah terbagi dalam wilayah tersendiri. Sehingga antara satu dengan yang lainnya tidak sampai bertikai.

Hanya saja seolah mengadakan sebuah reuni, tiap kali digelar tradisi Rewanda keempatnya akan muncul.

Dan bila keempat raja monyet ini muncul, suasana yang tercipta pun akan terasa berbeda. Sebab aura serta kharisma dari keempat binatang itu mampu membuat siapa saja yang hadir akan terpesona.

Kawanan monyet lainnya akan memberi jalan dan kesempatan pada keempat monyet ini untuk mengambil sesaji terlebih dulu.

Baru setelah itu kawanan monyet yang lain akan berebut menyantap sesaji yang disediakan.

Keberadaan kawanan monyet di Goa Kreo selain berfungsi sebagai penjaga juga tak jarang dijadikan sebagai petunjuk akan adanya peristiwa-peristiwa besar yang akan terjadi.

Slamet salah seorang warga Desa Talun Kacang menceritakan bahwa sesekali kawanan monyet itu akan terlibat perang besar.

Perang ini biasanya terjadi antara satu kelompok dengan kelompok lain yang masing-masing dipimpin oleh satu raja monyet.

Dan bila perang ini terjadi, biasanya keesokan harinya akan banyak ditemukan bangkai binatang ini yang terbunuh.

Terkait dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat, Slamet menjelaskan bahwa perang besar antara kelompok monyet ini pernah terjadi saat peristiwa PKI tahun 1965 dan reformasi 1998.

Sehingga bisa dikatakan bahwa apa yang terjadi pada kawanan monyet itu adalah refleksi dari apa yang akan terjadi pada masyarakat di sekitarnya.

“Kalau pas ingat kejadian itu rasanya ngeri sekali. Sebab selain suaranya sangat gaduh, jeritan dari monyet-monyet yang terluka dan terbunuh sangat miris di telinga,” ungkap Slamet.

Ditambahkannya bahwa saat terjadi konflik anatar kelompok monyet tersebut seperti itu, biasanya warga untuk sementara akan menghindar dan tidak mengunjungi goa.

Sebab mereka takut kalau nanti menjadi sasaran para kawanan monyet yang marah.***

Editor : Bramantyo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network