JAKARTA, iNews.id - Salah satu masalah besar dalam sistem informasi kesehatan di Indonesia saat ini adalah pelaporan yang satu arah. Data laporan dikirimkan secara berjenjang, dimulai dari tingkat paling rendah yaitu fasilitas pelayanan Kesehatan ke tingkat lebih tinggi yaitu kabupaten hingga tingkat yang paling tinggi yaitu ke pusat.
Hal ini menyebabkan banyaknya data tercecer pada masing-masing tingkatan sehingga waktu yang diperlukan untuk memproses data menjadi lama dan beban kerja menjadi berlipat ganda. Kondisi ini juga mengakibatkan tingkat kualitas dan akurasi laporan data rendah.
Sebagai upaya mengatasi masalah tersebut, Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia berkolaborasi melalui Program Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP).
Program itu juga melibatkan partisipan dari Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan, PT Reconstra Integra Utama sebagai konsultan dan peneliti bidang kesehatan, serta PT National Data Integrator (NDI) sebagai arsitek teknikal.
Para partisipan menciptakan solusi lewat proyek percontohan di Bali dengan membangun Early Warning System atau Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons untuk 24 jenis penyakit menular. Sistem tersebut terhubungkan dengan SIZE (One Health) yang disediakan Kementerian Kesehatan untuk berbagi data dan informasi.
Tujuan proyek ini adalah mendukung Kementerian Kesehatan dalam memetakan sistem surveilans yang ada saat ini dan merancang sistem informasi kesehatan terpadu di berbagai tingkat pemerintahan dan fasilitas kesehatan.
Penandatqnganan kerja sama.
Untuk mencapai hal di atas maka dilakukan identifikasi kekuatan dan kelemahan serta kesenjangan dalam sistem, peraturan, kebijakan, elemen dan struktur platform informasi kesehatan terpadu untuk perbaikan.
Direktur Utama PT NDI Sindarta Gemilang mengapresiasi langkah pemerintah Australia membantu Indonesia dalam pengembangan sistem informasi digital di bidang Kesehatan tersebut.
“Pandemi Covid yang baru saja kita lalui, memberikan pembelajaran keras akan perlunya transformasi digital pada bidang pelayanan kesehatan. Data sangat berperan penting dalam hal ini, terutama data yang interoperable agar dapat memperkuat sistem pengawasan kesehatan, menjadi prioritas yang mendesak,” tutur Sindarta yang juga co-founder platform Synchro sejak 2018.
Data yang interoperable diartikan sebagai mekanisme saling hubung antar subsistem informasi dengan berbagai cara yang sesuai dengan yang dibutuhkan.
Dengan begitu, data dari satu sistem atau subsistem secara rutin dapat melintas, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem atau subsistem yang lain. Lalu lintas data tersebut memungkinkan pertukaran data secara aman dan otomatis tanpa memandang batas-batas geografis, politik, atau organisasi.
Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan mutu layanan kesehatan. Interoperabilitas, atau kemampuan sistem informasi kesehatan untuk berkomunikasi dan berbagi data medis dengan mudah, menjadi faktor kunci dalam perubahan ini.
Sindarta memaparkan, platform Synchro sebagai penyelaras alat bantu data sinkronisasi, dapat memberikan solusi untuk mengatasi masalah konsolidasi, distribusi dan integrasi data yang dihadapi dunia kesehatan terutama di Indonesia.
Dalam program AIHSP, setelah selesai proses identifikasi, maka selanjutnya dibangun sistem kesehatan interoperable yang aman, termasuk uji coba, implementasi, dan pelatihan di provinsi-provinsi terpilih. Program AIHSP sudah dimulai sejak tahun 2021 dan telah melalui tiga fase.
Berdasarkan hasil assessment yang telah dilakukan pada saat fase pertama sampai dengan fase ketiga, maka ditetapkan bahwa fase keempat akan dilaksanakan di Provinsi Bali yang menjadi proyek percontohan (pilot project).
Ini karena Bali memiliki tingkat kesiapan dan koordinasi lintas sektor yang terbaik dibandingkan dengan beberapa target provinsi lainnya seperti Jawa Tengah, Sulawesi dan Yogyakarta.
Fase keempat dimulai pada tahun 2022 dan selesai di Desember 2023. Pilot project dilakukan di dua kabupaten yaitu Badung dan Buleleng, dengan melibatkan 24 fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) yang meliputi klinik, puskesmas dan rumah sakit.
Pihak-pihak dari provinsi Bali yang terkait dalam proyek Secure and Interoperable Surveillance and Health Information System (SISHIS) ini antara lain Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Komunikasi dan Informasi, serta fasilitas kesehatan di Kabupaten Badung dan Buleleng (puskesmas, rumah sakit dan klinik).
Kunjungan ke Klinik Dharmanata.
Hasil yang diharapkan dari pilot project ini adalah Sumur Data. Perangkat ini merupakan satu sumber data yang memudahkan pemegang keputusan dari setiap tingkatan dapat dengan cepat membuat keputusan berdasarkan hasil analisa data yang diterima.
Hal ini dimungkinkan karena hasil pengiriman data dari tingkat fasyankes langsung disimpan dan diproses secara near real time. Dengan adanya satu sumur data tersebut, masing-masing tingkatan (fasyankes / kabupaten / provinsi / pusat) dapat mengakses data yang telah dikirimkan oleh fasyankes secara detail dan akurat, bahkan sampai ke medical record pasien.
Sindarta mengatakan, dengan arahan dari tim AIHSP, yaitu John Leigh dan Lea Suganda, juga expertise dr Iwan Ariawan dari PT Reconstra Integra Utama dalam hal kesehatan masyarakat, maka tim di lapangan dapat bekerja lebih optimal.
Menurut Sindarta, platform Synchro sebagai penyelaras alat bantu data sinkronisasi, dapat memberikan solusi untuk mengatasi masalah konsolidasi, distribusi dan integrasi data yang dihadapi dunia kesehatan terutama di Indonesia.
“Dengan platform Synchro, kami membantu membangun sistem yang dinamakan SISHIS. Ini merupakan sistem surveilans berbasis fasilitas pelayanan kesehatan dan komunitas, untuk mendapatkan data dan informasinya,” tuturnya.
“SISHIS menitikberatkan pada integrasi data dan analisis di tingkat kabupaten, membangun data yang interoperable, serta menyederhanakan proses dan meningkatkan kualitas data, sehingga setiap fasyankes akan terbantu dengan pengumpulan dan pemrosesan data yang dapat dilakukan setiap hari, yang hasil analisanya dapat diakses dalam bentuk gambar maupun table, menggunakan popular messaging media seperti Telegram,” tambah Sindarta.
SISHIS dapat menarik, mengolah data yang terdiri dari berbagai macam bentuk menjadi satu format data yang terintegrasi.
“Saat ini di Indonesia terdapat ratusan aplikasi sebagai upaya bertahun-tahun untuk menciptakan sistem informasi yang handal dan efektif. Maka dari itu, kami bersama membangun SISHIS tanpa memerlukan aplikasi tambahan ataupun mengubah sistem yang telah ada sebelumnya, dengan pengoperasian yang sederhana sehingga tentunya membantu memudahkan petugas fasyankes dalam menyediakan data ke pusat,” katanya.
Ia menjelaskan, platform Synchro dibuat untuk mengurai kompleksitas data yang dimiliki oleh berbagai pengguna dan pengelola data. Platform Synchro dapat diumpamakan sebagai “ojek data” yang dapat mengantarkan data dari berbagai bentuk platform dan gawai ke berbagai tujuan seperti gudang data.
Foto bersama seluruh elemen terkait.
Platform itu juga dapat digunakan untuk analisis data, dapat pula disimpan di komputasi awan maupun on premise. Data yang dikonsolidasikan dapat bersumber dari berbagai sistem operasi dan data berkapasitas besar.
Indonesia sebagai negara kepulauan, menghadapi kendala dalam hal pengumpulan dan analisa data dari tingkat bawah sampai ke pusat. Kendala tersebut diakibatkan oleh beberapa hal, antara lain dari beranekaragamnya format data dan aplikasi di setiap fasyankes, pengumpulan data yang tidak tepat waktu, tidak up to date, infrastruktur (komputer dan akses internet) yang tidak merata di setiap fasyankes, kemudian juga kondisi geografis alam yang menyebabkan terhambatnya transportasi dan komunikasi.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta