get app
inews
Aa Read Next : Masjid Menara Kudus, Jejak Perkembangan Sejarah Islam dengan Ornamen Luar Biasa

Sejarah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Delanggu, Jejak Kekristenan di Klaten Timur

Senin, 20 Maret 2023 | 08:33 WIB
header img
Sejarah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Delanggu, jejak kekristenan di Klaten Timur ikut mewarnai dan menjadi saksi perjuangan. Foto : iNewsbadung.id / Airlangga Maryanto

KLATEN, iNewsbadung.id - Sejarah Gereja Kristen Jawa(GKJ) Delanggu, jejak kekristenan di Klaten Timur ikut mewarnai dan menjadi saksi perjalanan bangsa ini. 

Kini, Gereja Kristen Jawa (GKJ) Delanggu, genap berusia 91 tahun, sehingga lebih tua dari negara Indonesia, merupakan saksi perjalanan bangsa Indonesia menggapai kemerdekaan. 

Dalam perjalanannya, GKJ Delanggu ikut merekam jejak kekristenan di Klaten Timur yang pernah menjadi wilayah Mataram dan Belanda.

GKJ Delanggu berdiri megah di tepi jalan raya utama Solo Yogyakarta, tidak jauh dari Pasar Kota Delanggu, sejarah 
berdirinya tidak dapat dipisahkan dari gerakan kaum muda terpelajar Boemipoetra, sekitar tahun 1925 yang akhirnya mengikrarkan Soempah Pemoeda tahun 1928. 

Dirangkum iNewsbadung.id dari berbagai sumber, inilah catatan rekam sejarah Gereja Kristen Jawa(GKJ) Delanggu, jejak kekristenan di Klaten Timur. 

Desakan kuat dari kaum muda terpelajar Boemipoetera menuntut perbaikan nasib akhirnya memaksa pemerintah Belanda mengeluarkan kebijaksanaan yang terkenal dengan nama “Politik Balas Budi”.

Implementasi “Politik Balas Budi”  diantaranya adalah perbaikan nasib kaum Boemipoetera di bidang kesehatan dan pendidikan. 

Di bidang kesehatan, pemerintah Belanda mendirikan Rumah Sakit di kota-kota besar, sementara untuk pendidikan, mendirikan sekolah, meskipun awalnya hanya untuk kaum bangsawan. 

Di kota Klaten, Belanda mendirikan Rumah Sakit Kristen / RSK Tegalyoso, sekarang adalah RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, Klaten dan Rumah Sakit Kristen / RSK Delanggu sekarang Puskesmas Delanggu.

Bersamaan dengan keberadaan Rumah Sakit Kristen di Delanggu, tonggak kekristenan mulai ditancapkan di Delanggu, Klaten Timur. 

Kekristenan dimulai dengan kebaktian bersama para pegawai RSK di bawah pimpinan Mantri Kesehatan RSK Delanggu, yaitu Darmosasoma,  bertempat di rumah dinas Mantri Kesehatan, atau sebelah selatan komplek RSK Delanggu. 

Semakin hari, jemaat yang hadir mengikuti kebaktian bertambah, tidak hanya para pegawai RSK Delanggu, tetapi ditambah beberapa orang guru dari Sekolah Rakyat Kristen Kepoh, serta guru-guru Sekolah Kristen Nglungge hingga berjumlah 12 orang.

Tahun 1930, oleh guru Injil yang baru, Brotosudirjo, tempat ibadah dipindahkan ke pendapa Rumah Sakit Kristen di sebelah utara. 

Saat itu Brotosudirjo dibantu Joyowaskito, sebagai penatua dan Hadiwasito, sebagai Diaken. 

Tahun 1931, jemaat semakin bertambah, sehingga Majelis Gereja memikirkan tanah untuk membangun gedung gereja, sehingga empat tahun berikutnya yakni tahun 1935, setelah sekian lama mencari tanah untuk gedung gereja, serta berkat petunjuk Tuhan, akhirnya ditemukan tempat ideal untuk pembangunan gedung gereja.

Peletakan batu pertama menandai pembangunan gereja dilakukan  Pendeta GD Kuiper, dimana kurang lebih dua tahun, pembangunan gedung gereja itu selesai, di tahun 1937.

Bulan Oktober 1937, gedung ini pun sudah dapat dipergunakan sebagai tempat ibadah, dimana susunan kemajelisan pada awal pemakaian gedung adalah Siswowardoyo, sebagai guru Injil dan Darmowiharjo menjadi penatua. 

Penatuaa lain adalah Wirjodarsono, Mangunsukardi, serta Purwosardjono,  sedangkan diaken adalah Karijodikoro, dan Praptosuhardjo. 

Konsulen dalam kepengurusan majelis pertama dijabat adalah Agustinus Joram dari Klaten, dan koster gereja adalah Karijobusono.

Menjelang kemerdekaan Indonesia, yakni tahun 1944, perkembangan jemaat Delanggu mengalami kemunduran sampai tahun 1948, dimana saat itu pecah perang dengan Belanda kembali berkobar, atau disebut  zaman clash, karena situasi negara tidak aman sangat berpengaruh terhadap perkembangan jemaat GKJ Delanggu.

Tahun 1953-1954, situasi mulai membaik, jemaat Delanggu pun menerima guru Injil dari DPI Surakarta, yakni Wirosumarto, namun tidak lama karena Wirosumarto dipindahtugaskan di Boyolali, diganti Praptosuhardjo dari Boyolali.

Selanjutnya tahun 1963, GKJ Delanggu mengutus S. Saptoatmodjo (Tanjung), K. Nitiraharjo (Juwiring), S. Jitnosubroto, S. Mangundarmodjo (Delanggu), S.Widyoprasetyoadi (Ceper), dan Siswoutomo (Pucangan), untuk menemui S. Natasoedarmo yang saat itu bertugas di GKJ Baki agar bersedia melaksanakan kotbah dan orientasi di GKJ Delanggu.

Setelah mengalami pergumulan panjang, Sultan Natasoedarma menerima panggilan melayani di GKJ Delanggu, sehingga 17 Januari 1964, Sultan Natasoedarma menjalani premptoir eksamen atau ujian pendeta Klasis Surakarta, di Prambanan, bersama-sama Sudiharta dari (GKJ Klaten, dan Stevanus Widyosudarmo dari GKJ Prambanan. 

Tanggal 23 Juni 1964, Sultan Natasoedarma ditahbiskan menjadi Pendeta GKJ Delanggu, dengan khutbah sulung diambil dari Yohanes 15:1-8. 

Penahbisan dipimpin Ds. Martopranopo,  pendeta konsulen dari GKJ Pedan, dengan penumpangan tangan atau pemberkatan dilakukan 15 orang Pendeta.

Selama masa tugas Ds. S. Natasoedarna, ada banyak peristiwa-peristiwa penting, yakni peletakan batu pertama pastori Gereja Delanggu (11 Mei 1964), pendewasan Pepanthan Wonosari (17 Oktober 1968), peresmian Gereja Polanharjo (2 Juli 1969), peresmian Gereja Juwiring di Ngerni (25 Desember 1973), dan pendewasaan Pepanthan Ceper (1 Juli 1977). 

Sementara peristiwa lain yakni  pembentukan komisi-komisi (31 Juli 1977), peletakan batu pertama Gereja Sanggung (19 Desember 1982), peneguhan Majelis Wilayah Daleman (29 November 1998), dan ditetapkannya GKJ Delanggu menjadi Gereja Penghimpun Sidang Klasis Surakarta Barat (30-31 Oktober 1969).  

Masa emiritasi atau akhir tugas Ds. S. Natasoedarma sebagai pendeta dilakukan 1 Januari 1992, dan digantikan Pendeta Pramadi Tjahjono, S.Th, yang ditahbiskan 27 Januari 1994. 

Pendeta Pramadi Tjahjono pun berhasil memperoleh gelar Magister Theologia (M.Th) dari UKDW, Yogyakarta.

Hingga saat ini, GKJ Delanggu memiliki ribuan warga jemaa, tersebar di berbagai wilayah Delanggu, serta menjadi bukti jejak kekristenan di bumi Delanggu dan Klaten Timur yang terus mengakar dan bertambah kuat.

Semoga tulisan sejarah Gereja Kristen Jawa(GKJ) Delanggu, jejak kekristenan di Klaten Timur ikut mewarnai dan menjadi saksi perjalanan bangsa ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, terutama yang sedang belajar sejarah perkembangan gereja-gereja di tanah air. 

Nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id, serta silahkan share tulisan ini, agar semakin banyak pembaca yang mengenalnya. ***

Editor : Bramantyo

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut