get app
inews
Aa Read Next : GKI Klaten, Kisah Pertobatan Keluarga Tionghoa menjadi Tonggak Berdirinya Gereja

Sejarah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sangkrah Solo, lalui Zaman Menabur Benih Keselamatan

Sabtu, 18 Maret 2023 | 19:43 WIB
header img
Sejarah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sangkrah Solo, mewarnai sejarah perkembangan gereja-gereja di tanah air. Foto : YouTube GKI Sangkrah

SOLO, iNewsbadung.id - Sejarah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sangkrah Solo, lalui zaman menabur benih keselamatan, hadir mewarnai tulisan iNewsbadung.id, yang mulai hari ini akan mengupas sejarah singkat gereja-gereja di tanah air. 

Gereja Kristen Indonesia terutama GKI Sangkrah Solo memiliki kisah sejarah panjang yang hanya diketahui segelintir orang, sehingga belum banyak orang memahami perjalanannya. 

Tulisan sejarah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sangkrah Solo, lalui zaman menabur benih keselamatan ini  dikupas iNewsbadung.id agar semakin banyak orang mengenal dan memahami, terutama generasi muda anggota gereja ataupun para pembaca penggemar sejarah. 

Oktober 2023 nanti, GKI Sangkrah (Maleische Gereformeerde Kerkte/ Kie Tok Kauw Hwee) genap berusia 90 tahun. 

Perjalanan panjang melintas lima zaman, telah dilalui dengan berbagai   tantangan dan  panggilannya, karena GKI Sangkrah telah dipakai Tuhan menabur benih keselamatan melintas zaman dan generasi.

Dirangkum dari Buku Sejarah GKI Sangkrah dan berbagai sumber, perjalanan sejarah GKI Sangkrah tidak dapat dipisahkan dari awal pertama Injil ditaburkan kepada golongan pribumi oleh Zending Belanda, yang  bertumbuh menjadi gereja. 

Roh Kudus juga menjangkau golongan keturunan Tionghoa, dimana akhirnya mereka bergabung dalam Gereja Kristen Jawa, yakni GKJ Margoyudan

Sayangnya, dalam pembinaan mengalami kendala bahasa, karena  keturunan Tionghoa kurang fasih menggunakan bahasa Jawa Kromo.

Karena itu, tahun 1925 De Gereformeerde Kerk van Solo memutuskan memberitakan Injil bagi keturunan Tionghoa dengan menggunakan bahasa Melayu, hingga tahun 1930 dibentuk Zending Commissie yang bertugas melayani pekabaran Injil untuk keturunan Tionghoa. 

Allah berkarya melalui Picauli, dilanjutkan Pdt. Soeponohardjo dan Boesono, dengan kebaktian pagi yang diadakan di rumah keluarga Sie Kim Keie, di Jalan Purwodiningratan, yang akhirnya pindah ke gedung Standard School (Sekarang SD Kristen Purwopuran), sedangkan kebaktian malam hari dilaksanakan di Christelijke Hollands Chinese School, Jalan Veteran Gemblegan. 

Dalam perkembangan, kebaktian dipindahkan ke Christelijke Maleis Chinese School (sekarang Rumah Makan Centrum), dengan jumlah jemaat berkisar antara 20 - 40 orang. 

Jemaat yang melakukan baptisan pertama adalah seorang ibu, bernama Yo Kiem Hok, di tanggal 16 November 1930, bahkan diikuti jemaat lain.

Melihat perkembangan yang ada, maka pada bulan November 1932 dibentuklah Panitia Gereja, terdiri dari Kwee Tiang Hoe, Ong An Kok, Siauw Ing Tjan, Tan Sien Liong dan The Tjiauw Bian, dimana pada 27 Oktober 1933, lahirlah Gereja Sangkrah, dengan  diteguhkan Majelis pertama oleh De Gereformeerde Kerk te Soerakarta.

Pemeliharaa Allah semakin nyata dalam kehidupan Gereja Sangkrah, sehingga tanggal 7 Juni 1939, Majelis Gereja membeli sebidang tanah seluas 558 m² di Sangkrah, Kelurahan Kedunglumbu, Surakarta. 

Sebidang tanah ini, akhirnya dibangun gedung gereja, dimana peletakan batu pertama dilaksanakan pada 15 Agustus 1939 oleh Yo Kiem Hok.

Berkat kemurahan Tuhan, pada 22 Desember 1939, gedung gereja sudah dapat dipergunakan sebagai tempat ibadah, namun di tahun 1942, pecah perang Pasifik, tentara Jepang datang menyerbu Indonesia yang dikuasai Belanda, termasuk menyerbu kota Bengawan. 

Tentara Belanda mundur dengan membumi hanguskan instansi milik pemerintah, hingga kerusuhan massa terjadi di mana-mana, tak terkecuali gedung Gereja Sangkrah. 

Kursi-kursi gereja serta jendela dijarah tak disisakan, namun setelah ada operasi penertiban tentara pendudukan Jepang, akhirnya barang-barang tersebut dikembalikan. 

Tahun 1945, setelah Indonesia merdeka, gejolak politik dalam negeri belum reda, apalagi Belanda ingin menguasai kembali bekas jajahannya. 

Tanggal 19 Desember 1948 meletuslah “clash ke-2”, tentara Belanda masuk ke Solo kembali, menyebabkan keadaan kurang aman, bahkan tempat pendeta The Tjiauw Bian dan gedung gereja pun menjadi tempat pengungsian. 

Jemaat yang menghadiri kebaktian bertambah banyak karena luapan para pengungsi. 

Tanggal 17-20 September 1956 dalam Persidangan Sinode ke VI di Purwokerto, langkah penting telah diambil, nama Kie Tok Kauw Hwee telah diubah menjadi Gereja Kristen Indonesia. 

Di dalam nama ini tersirat tegas , bahwa Gereja Tuhan terdiri atas pelbagai etnis, suku, bahasa dan budaya dengan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.

Memasuki tahun 1970, merupakan babak baru dalam kesaksian dan pelayanan GKI Sangkrah, karena  Komisi Pekabaran Injil (PI) dengan giat memberitakan Firman Allah di pos-pos PI yang melibatkan banyak pemuda gereja. 

Pos PI diantaranya di RC Jebres,  Pabelan, YKAB, Lembaga Pemasyarakatan Boyolali, Lembaga Penampungan Wanita Tuna Susila, dan Rumah Sakit Jiwa Mangunjayan.

Hingga tahun 1992 Komisi PI KGI Sangkrah sudah mempunyai 20 Pos PI, sampai akhirnya tanggal 15 April 1974, GKI Sangkrah mendirikan Yayasan Bimbingan Kesejahteraan Sosial atau YBKS untuk melayani semua golongan masyarakat tanpa membeda-bedakan golongan, agama, bahasa, maupun budaya terutama ditujukan bagi masyarakat miskin terpinggirkan. 

Tahun 80-an merupakan kebangunan Diakonia di GKI Sangkrah, karena perhatian gereja tidak hanya untuk anggota tetapi juga masyarakat. 

Tercatat, saat terjadi kerusuhan massa bulan Oktober 1980, suasana Solo mencekam akibat aksi pembakaran, penjarahan, perusakan toko, pabrik, dan perumahan, namun GKI Sangkrah membentuk Tim Samaria memberikan pertolongan bagi para korban.

Memasuki tahun 90-an, gereja memasuki era globalisasi, GKI Sangkrah menempatkan diri dalam sejarah perkembangan dunia. 

Beberapa isu pokok pun dicermati GKI Sangkrah, seperti neokolonialisme, kapitalisme dan terorisme, spiritual baru, kondisi situasi politik di Indonesia, kemajemukan agama serta golongan, hingga terpanggil  mengemban misi agung Tuhan Yesus yakni mengemban misi perdamaian dalam hubungan antar bangsa dan antar golongan. 

GKI Sangkrah juga aktif berperan menanggulangi masalah sosial, hukum, dan HAM.

Semoga tulisan sejarah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sangkrah Solo, lalui zaman menabur benih keselamatan ini dapat menambah wacana para pembaca mengenal perkembangan gereja-gereja di tanah air. 

Nantikan tulisan lain hanya di iNewsbadung.id, dan silahkan share tulisan ini, agar bermanfaat bagi para pembaca. *** 

Editor : Bramantyo

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut