JAKARTA,iNews.id - Saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 telah dikumandangkan Soekarno-Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta, Jepang berusaha kuat tetap merahasiakan terjadinya peristiwa bersejarah itu.
Terutama kepada pasukan Pembela Tanah Air (Peta), kabar tersebut ditutup rapat-rapat. Banyak tentara Peta di luar Jakarta yang belum tahu Indonesia telah merdeka dan sang saka merah putih telah berkibar.
Mereka juga tidak tahu bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Chudancho (Komandan kompi) Soeharto yang kelak menjadi Presiden Indonesia kedua, salah satu yang tidak mendengar kabar Proklamasi Kemerdekaan.
“Sama sekali tidak terlintas dalam benak Soeharto bahwa Jepang telah menyerah atau terpikir bahwa Soekarno telah menyatakan kemerdekaan Indonesia,“ tulis David Jenkins dalam buku Soeharto Di Bawah Militerisme Jepang.
Soeharto bergabung sebagai tentara Peta selama 22 bulan. Sebelum di Peta ia merupakan tentara KNIL (tentara Belanda) yang resmi dimasukinya mulai 1 Juni 1940. KNIL ia tinggalkan setelah Jepang mengalahkan Belanda.
Di Peta, Soeharto memulai karir sebagai sukarelawan pasukan Kepolisian Jepang, Keibuho. Pada 1 Desember 1942 bersama sejumlah temannya, ia mendaftar Keibuho Yogyakarta. Karirnya melesat dengan cepat. Pada 8 Oktober 1943, Soeharto diangkat sebagai Shodancho (Komandan peleton) dan ditempatkan di wilayah Wates, Yogyakarta.
Pada tahun 1944, setelah mengikuti pendidikan militer lanjutan di Bogor, Jawa Barat, ia diangkat menjadi Chudancho. “Di asrama Peta Bogor ia tinggal bersama-sama dengan Shodancho Singgih,” tulis O.G Roeder dalam Anak Desa, Biografi Presiden Soeharto.
Singgih merupakan putra Panji Singgih, teman Bung Karno dalam pergerakan nasional. Pada 16 Agustus 1945, Singgih bersama Sukarni terlibat dalam penculikan Bung Karno dan Bung Hatta yang dikenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Editor : Bramantyo