BADUNG, iNews - Tradisi makan bersama di berbagai daerah memiliki kekhasan yang berbeda -beda. Di Bali sendiri tepatnya di wilayah Karangasem ada tradisi Megibung.
Tradisi Megibung yakni tradisi makan bersama yang mulai dilaksanakan pada jaman kerajaan Karangasem ketika menjalani masa perang dengan Lombok oleh Raja Karangasem, yakni I Gusti Anglurah Ketut.
Dilansir dari Karangasemkab.go. id, tradisi Megibung pada masa itu digunakan sebagai cara menghitung jumlah pasukan dan mengetahui korban peperangan.
Dimana kegiatan makan bersama ini pertama dengan mengundang peserta megibung untuk tergabung dalam 1 kelompok. Dikenal dengan istilah sela, dimana masing-masing kelompok berjumlah 8 orang.
Mereka para pria kemudian duduk berisila dan bersimpuh. Sementera untuk wanita dengan posisi miring. Etika tangan kanan mengarah kegibungan dan yang lebih tua berada paling utara berdekatan dengan karangan yang sekaligus merupakan bentuk penghormatan menjadi pemimpin “sela”.
Hanya Pemimpin “sela” yang diperkenankan menaruh olahan dan kuah sebagai menu awal yang ditempatkan di tengah gundukan nasi. Peserta bisa memulai makan apabila sudah ada arahan atau komando untuk dipersilahkan makan oleh perwakilan pihak yang menjamu.
Adapun dalam pelaksanaan makan dengan cara megibung, penuangan lauk hanya boleh dilakukan oleh pemimpin “sela”. Selain ketentuan penuangan lauk- sayuran dan lauk-pauk peserta megibung juga diatur dalam berperilaku makan.
Dimana pada saat proses makan berlangsung, peserta dilarang untuk mengembalikan sisa makanan yang tidak cukup masuk kemulut ke dalam gibungan, berbicara dengan suara keras atau berteriak, berdahak, dan buang angin, serta bangun untuk melakukan aktivitas seenaknya yang dapat mengganggu kenikmatan menyantap makanan.
Setelah prosesi makan selesai peserta megibung dilarang untuk mendahului meninggalkan tempat megibung. Peserta diperkenankan bangun untuk meninggalkan tempat megibung apabila sudah diperkenankan oleh perwakilan pihak keluarga yang menjamu.
Megibung memberi penekanan pada nilai-nilai yang mencakup nilai lain, religius, tercermin dari penataan olahan dan jumlah peserta menyimbulkan dewata penguasa arah mata angin, nilai sosial tercermin dari kebersamaan dan keberagaman yang menyatu untuk menikmati sajian yang disuguhkan, dan nilai budaya, tercermin dari tata aturan, etika dan kedisiplinan yang harus ditaati pada saat melaksanakan Megibung.
Editor : Bramantyo