SOLO, iNewsbadung.id - Solo Melawan Politik Amoral (SEMPAL) lakukan prosesi budaya larung di pintu air Demangan, Kampung Sewu, Jebres, Surakarta atau pinggir Sungai Bengawan Solo.
Larung dalam tradisi Jawa merupakan proses menghanyutkan (larung) benda ke sungai atau laut, baik benda yang berwujud sesaji sebagai ungkapan syukur, atau bisa juga benda yang dianggap membawa kesialan atau sifat jelek (Mala : Jawa).
Secara mendalam, larung lebih bermakna menghanyutkan sifat jelek yang membawa kesialan, di mana sifat jelek ini disimbolkan dengan wayang Lesmana Mandra Kumara yang terbuat dari kardus berukuran 2 x 3 meter.
Dipilihnya wayang Lesmana, sesuai kisah pewayangan Mahabharata, yakni Lesmana Mandra Kumara (Lesmana MK) adalah tokoh wayang yang terlahir dalam keluarga terkemuka.
Ayah Lesmana adalah Prabu Duryudana alias Joko Witono, yang merupakan seorang raja besar di Hastinapura, di mana hidupnya serba tercukupi dan terpenuhi.
Apapun permintaan Lesmana, pasti dituruti, bahkan sehari-hari, Lesmana dilayani dan dimanja, sehingga menjadikan Lesmana sebagai pribadi manja, mau menang sendiri, egois dan tidak bisa apa-apa selain mengandalkan bapaknya yang seorang raja.
Lesmana tidak memiliki kesaktian sama seperti ayah, paman dan anggota keluarga lainnya, sehingga menjadikan hidupnya tergantung pada paman-pamannya, dari bala kurawa.
Sebagai anak raja, Lesmana malas belajar sehingga tidak memiliki pengetahuan moral dan etika kerajaan dengan baik. Dengan kemanjaannya sering bersikap congkak, ugal-ugalan dan mau menang sendiri yang membuat rakyat Hastinapura sering menahan marah.
Segala sifat jelek Lesmana MK yakni manja, mau menang sendiri, ugal-ugalan, tidak mempunyai moral dan etika kerajaan inilah yang disimbolkan SEMPAL untuk dibuang dengan cara dihanyutkan (larung), karena bukan teladan yang baik bagi generasi muda.
Bagaimana mungkin, mewujudkan kesejahteraan di Hastinapura kalau calon pemimpinnya nanti adalah seorang anak manja, malas belajar serta tidak mempunyai moral dan etika kerajaan, mau menang sendiri dan bersikap ugal-ugalan?
Dalam rilis yang diterima iNewsbadung.id, disebutkan bahwa sebagai Gerakan Melawan Politik Amoral (SEMPAL), performance art ini merupakan pendidikan moral pada masyarakat, terutama generasi muda agar tetap menjunjung tinggi nilai moral dan etika, serta memiliki hidup bermartabat di masa mendatang.
Di samping itu juga bertujuan untuk mengingatkan masyarakat, agar tidak menganggap rendah etika dan moral dengan membenarkan ungkapan “etika ndasmu” yang akan membuat martabat hidup manusia dalam bermasyarakat dan bernegara semakin merosot.
Disebutkan Prijo Wasono, Juru Bicara (jubir) SEMPAL, bahwa pendidikan moral sangat penting, karena di tengah himpitan kesulitan ekonomi, sikap pragmatis menanggalkan nilai moral dan etika sering menjadi pilihan, dengan pemakluman “terpaksa” demi hidup.
Sehingga, dapat menghilangkan martabat dan sifat kemanusiaan, bahwa hidup adalah urusan bersama, bukan menang sendiri dan ugal-ugalan dengan menghalalkan segala cara.
Melalui performance art bertajuk Larung Lesmana Mandra Kumara (Lesmana MK) ini, SEMPAL bersama seniman Surakarta, mengajak masyarakat dan generasi muda dapat memahami prosesi budaya membuang sifat-sifat buruk manusia dalam simbol wayang Lesmana.
Selanjutnya bisa sadar dan membedakan mana tindakan bermoral dan mana tindakan tidak bermoral, sehingga mampu tegas memberikan sanksi pada tindakan yang tidak bermoral yang merusak tatanan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.
Seniman Surakarta yang terlibat dalam performance art yang digelar Sabtu (3/2/2024) ini antara lain Abdul Azis, Lek Pur, Anton, Udien, Amir, Aping, Rikman, Amin dan Arif.
Semoga tulisan tentang Solo melawan politik amoral, gandeng seniman lakukan larung ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, jangan lupa share dan nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id. ***
Editor : Asarela Astrid