BADUNG, iNewsBadung.id - Pelindungan dan pemanfaatan Kekayaan Intelektual (KI) dan Kekayaan Intelektual Komunal menjadi hal yang sangat penting dilakukan.
Namun di sisi lain, kesadaran untuk mendata dan menghimpunnya masih menjadi pekerjaan rumah yang harus bersama-sama dilakukan.
Bagi Kementerian Hukum dan HAM, terutama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, persoalan mendata seluruh Kekayaan Intelektual dan Kekayaan Intelektual Komunal yang ada diseluruh Indonesia menjadi hal mendasar dan sangat penting.
"Memberikan penguatan pemahaman kepada pemerintah daerah dan
para pemangku kepentingan tentang pentingnya pelindungan dan pemanfaatan KI dan KIK. Ini menjadi hal begitu mendasar sekaligus hal yang sangat penting," ujar Dede Mia Yusanti saat menjadi pembicara dalam Sarasehan Nasional Kekayaan Intelektual di Badung, Bali, Kamis, 14 September 2023.
Lebih lanjut Dede Mia Yusanti mengatakan data base Kekayaan Intelektual (KI) dan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) bukan hanya sekadar mencatat dan menghimpun datanya.
Lebih dari data base KI dan KIK ini menjadi bentuk konkret pemerintah untuk melakukan pemantauan dan perlindungan. Selain itu juga bentuk mengupayakan promosi dan pemasaran.
"Keamanan data ini sangat penting. Maka data base KI dan KI Komunal harus betul-betul diupayakan," sebut Dede Mia Yusanti.
Lantas bagaimana menghimpun seluruh data KI dan KI Komunal tersebut?
Nah, kata Dede Mia Yusanti, dalam konteks itu pihaknya menggelar sarasehan.
"Siapa saja pesertanya? Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, seluruh Kanwil Kemenkumham diseluruh Indoensia serta semua stake holder," ujar dia.
Pihaknya berharap pemerintah daerah setelah sarsehan ini dapat memulai melakukan pendataan KI dan KI Komunal di daerah masing-masing.
Lantas bagaimana jika pemerintah daerah butuh pendampingan saat melakukan pendataan? Dede Mia Yusanti menjelaskan maka menjadi keharusan bagi Kanwil Kemenkumham di tiap provinsi mendampingi pemerintah daerah.
Pada bagian lain Dede Mia Yusanti menambahkan bahwa KI dan KI Komunal adalah bentuk konkret perlindungan yang tujuannya adalah untuk ikut mensejahterakan.
Hal ini berbeda dengan bentuk perlindungan yang dilakukan UNESCO. Badan organisasi pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan diwadahi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hanya sekadar melindungi saja tanpa ada tujuan ekonomi.
"Misalnya saja batik Indonesia sudah dicatat oleh UNESCO sebagai milik Indonesia, ya sudah sampai situ saja. UNESCO hanya sekadar melindungi jangan sampai punah. Nah berbeda dengan yang kami lakukan bukan sekadar melindungi saja tetapi punya dampak ekonomi," pungkasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta