Geger Dana Bagi Hasil, Ternyata Selain Migas Kepulauan Meranti Punya Banyak Harta, Apa Saja?

Meranti juga termasuk salah satu Kawasan Pengembangan Ketahanan Pangan Nasional karena penghasil sagu terbesar di Indonesia. Selain itu masih ada kelapa, karet, kopi, pinang dan perikanan. Luas area tanaman sagu di Kepulauan Meranti ( 44,657 Ha / 2006 )yaitu 2,98% luas tanaman sagu nasional.Perkebunan sagu di Meranti telah menjadi sumber penghasilan utama hampir 20% masyarakat Meranti.
Tanaman sagu atau rumbia termasuk dalam jenis tanaman palmae tropical yang menghasilkan kanji (starch) dalam batang (steam). Sebatang pohan sagu siap panen dapat menghasilkan 180 – 400 kg tepung sagu kering.
Tanaman sagu dewasa atau masak tebang (siap panen) berumur 8 sampai 12 tahun atau setinggi 3 – 5 meter. (Jong Foh Soon, Ph.D, PT National Timber Forest product). Produksi sagu (Tepung Sagu) di Kepulauan Meranti pertahun mencapai 440.339 Ton (tahun 2006). Produktivitas lahan tanaman sagu per tahun (kondisi eksisiting) dalam menghasilkan tepung sagu di Kepulauan Meranti mencapai 9,89 Ton/Ha.
Pada 2006 di Kepulauan Meranti 440.000 ton lebih tepung sagu dihasilkan dari pabrik pengolahan sagu (kilang sagu). Tak didapat data pasti mengenai jumlah kilang dan kapasitas kilang pengolahan, namun diperkirakan terdapat 50 kilang sagu dengan mengunakan teknologi semi mekanis dan masih memanfaatkan sinar matahari untuk pengeringan (penjemuran). Terdapat dua kilang sagu yang telah beroperasi dan memproses sagu secara modern dengan kapasitas desain 6.000 dan 10.000 Ton tepung sagu kering per tahun.
Selain itu, limbah dari pengolahan tual sagu berupa kulit batang sagu (ruyung), dapat dikembangkan jadi bio energi sebagai pengganti minyak tanah ataupun dibuat pellet sebagai bahan pencapur bahan bakar batubara untuk keperluan ekspor ke Eropa yang mulai dilirik investor Finlandia.
Sejak awal keberadaannya budidaya sarang burung walet menjadi primadona bagi masyarat Kabupaten Meranti,terutama daerah kawasan Kota Selatpanjang.Dalam Jangka 10 tahun dari tahun 2000 sampai sekarang telah menjamur ratusan penangkaran burung walet.hal tersebut dikarena permintaan komoditas sarang burung walet sangat tinggi.Dari tempat ini sarang burung walet diekspor ke Singapore dan Hongkong(China).
Di tempat ini harga sarang burung walet untuk kualitas terbaik bisa mencapai 20 juta per kg,walaupun disinyalir pola perdagangan melalui Black Market.Pedagang atau perantara biasa mendatangi langsung ke lokasi lokasi produsen sarang walet dan perkilonya dihargai cuma 9–12 juta per kg,Nilai itu jauh berbeda bila sarang burung walet dikelolah sendiri dan dijual langsung ke pusat perdagangan yang ada di Singapore dan Hongkong.
Tempat atau rumah penangkaran burung walet di daerah kawasan kota Selatpanjang,pada umumnya dimiliki oleh masyarakat yang dimiliki kemampuan finansial yang mapan,karena untuk membangun satu rumah biasa(kayu) perlu dana sekitar 100 juta untuk ukuran 5x10x12 m.Biaya sebesar itu untuk komponen: Upah borongan tenaga kerja sekitar 25 juta,bahan baku kayu 17 juta, dan sisanya untuk perangkat budidaya itu sendiri.Pemelihara rumah walet tidak terlalu sulit kecuali pada saat awal dengan memasang perangkap suara buatan dan membuat sumber makanan walet dari nanas yan mulai membusuk.***
Editor : Dian Burhani