get app
inews
Aa Read Next : Tradisi Tumbas Toya yang Masih Dilestarikan Salah Satu Desa di Sragen, Ini Maknanya

Diyakini Membawa Keberuntungan, Begini Penjelasan Budayawan Keraton Solo, Terkait Gending Sekaten

Senin, 03 Oktober 2022 | 21:33 WIB
header img
Para abdi dalem Keraton Surakarta memainkan gamelan Kyai Guntur Madu sebagai rangkaian tradisi sekaten (Foto: Klasik Herlambang)

“Gamelan ini awalnya adalah gamelan pusaka peninggalan Kerajaan Majapahit. Namun setelah Majapahit runtuh, gamelan yang memiliki nama Kyai Sekar Delima itu diboyong ke Demak. Oleh Sunan Kalijaga gamelan itu dibuatkan pasangan kembar yang diberi nama Kyai Sekati. Yang kemudian dipakai untuk media dakwah,” jelas budayawan Keraton Solo, KGPH Puger.

Pasangan Kyai dan Nyai Sekati terus bertahan dalam misi dakwah para wali, termasuk hingga diciptakannya tradisi sekaten.

Sepeninggal kerajaan Demak, tradisi sekaten terus bertahan meski tidak semeriah sekarang. Karena saat itu sifatnya masih dalam upaya dakwah.

Tradisi sekaten mulai dirayakan secara besar-besaran saat masa kepemimpinan Sultan Agung dari Mataram.

Bahkan saat Mataram terpecah menjadi dua yaitu Surakarta dan Yogjakarta, tradisi ini tetap bertahan.

Perpecahan di tubuh kerajaan Mataram kontan saja memunculkan pembagian pusaka kerajaan, termasuk gamelan sekaten.

Dari kesepakatan dua raja, akhirnya seperangkat gamelan Kyai Sekati menjadi milik Keraton Surakarta dan Nyi Sekati menjadi milik Keraton Yogjakarta.

“Demi pelestarian tradisi sekaten, masing-masing kerajaan membuatkan pasangan dari gamelan itu. Di Surakarta, Kyai Sekati diubah namanya menjadi Kyai Guntur Madu dan dibuatkan pasangan dengan nama Kyai Guntur Sari. Sedangkan di Yogja, Nyi Sekati diubah namanya menjadi Nyai Guntur Madu dan dibuatkan pasangan dengan nama Kyai Naga Wilaga,” lanjut pria yang juga adik raja Solo Sinuhun Paku Buwono XIII ini.

Sebagai bagian dari tradisi sekaten, gamelan ini selanjutnya dibunyikan selama 7 hari berturut-turut dari usai waktu duhur hingga malam.

Gending Rambu dan Rangkung menjadi irama yang dimainkan secara bergantian dalam tradisi ini.

“Nama Rambu dan Rangkung itu sebenarnya diambil dari bahasa Arab Rabbi dan Raukhon, yang artinya Tuhan dan Jiwa yang Agung,” kata Puger.

Terkait keyakinan adanya kekuatan tertentu di balik alunan gending ini, pria yang suka tampil nyentrik dengan rambut panjangnya ini menyebut, bahwa semua itu tak lepas dari makna yang terkandung dalam arti gending itu.

“Ada nilai-nilai yang menuntut kita untuk selalu berbuat baik dari makna nama gending itu. Makanya bila kita memahaminya, maka hal itu bisa membentuk sugesti yang kuat dalam diri. Sehingga membuat hidup kita selalu dinaungi kebaikan,” tandasnya.***

Editor : Bramantyo

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut