SOLO, iNewsbadung.id - Jelang Pilkada serentak 2024, Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) Surakarta bekerjasama dengan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Tengah gelar ngobrol santai dan sharing seputar “Media, Informasi dan Pilkada 2024”.
Sri Hastjarjo, S.Sos., Ph.D., Kepala Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS Surakarta menegaskan bahwa media massa tidak bisa menyajikan realitas secara utuh, karena media hanya mencuplik sebagian realitas kemudian dilaporkan.
Pengamat media ini menyebutkan bahwa tidak semua yang masuk media itu mewakili realitas secara utuh.
"Pasti milih, milihnya itu pertimbangannya banyak. Nomer siji, ini ada news value-nya atau tidak. Kalau aktifitas itu tidak ada news value-nya tidak akan dimuat," ujar Sri Hastjarjo.
Jadi dikatakan Sri Hastjarjo, ada realitas yang bulat, tetapi media hanya mengambil sepotongnya untuk disajikan pada publik.
Mendidik, mengedukasi masyarakat apa yang ada di media itu dijelaskan Sri Hastjarjo, tidak seutuhnya, karena tergantung kepentingan media masing-masing.
"Berita harus imbang, independen, tapi media butuh uang," tegas Sri Hastjarjo.
Menurut Sri Hastjarjo, media yang bisa hidup di massa digital ini baru New York Times, di mana pelanggannya mencapai 10.800.000 orang, langganan cetak 600.000 dan langganan digital 10.200.000 orang, dengan pendapatan sekarang mencapai 1M Dollar.
Selanjutnya Sri Hastjarjo menguraikan bahwa zaman dulu, apa yang dihadapan media itu nanti yang akan diikuti masyarakat. Tapi sekarang apa yang viral di masyarakat itu yang dijadikan agenda media.
"Yang trending sekarang apa, itu yang akan ditindaklanjuti," terang pria yang akrab disapa Pak Has, di Hotel Dana, Selasa (17/9/2024).
Sementara Ketua PWI Surakarta Anas Syahirul, M.Ikom., mengatakan bahwa media diharapkan dapat menjadi solusi dan penjernih saat terjadi permasalahan atau kekacauan pada pemilihan kepala daerah (Pilkada), baik pemilihan gubernur, pemilihan walikota, ataupun bupati.
Ditambahkan Anas, yang juga anggota KPID Jateng, wartawan juga menjadi filter kemungkinan terjadinya sebaran berita hoax tentang Pilkada.
Niken Satyawati, M.Ikom., Aktivis Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) Surakarta menyebutkan bahwa konten yang menyesatkan, konten memanipulasi, saat ini mendominasi konten-konten di media sosial.
Sasaran hoax pada umumnya adalah pemerintahan, di mana pemerintah mendapatkan bagian terbesar dari sasaran hoax, yakni mencapai 34 persen.
Dikatakan Niken Satyawati, sasaran lain adalah politisi dan beberapa pihak lain.
Niken Satyawati menyarankan agar pemeriksa fakta sebaiknya terus berlanjut melakukan verifikasi-verifikasi, seperti yang dilakukan Mafindo.
Perempuan yang juga Ketua Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia (IKWI) Surakarta ini meyakini bahwa media juga melakukan verifikasi-verifikasi terkait hoax.
"Bahkan ada beberapa media yang punya divisi khusus untuk cek fakta," ujar Niken Satyawati.
Niken juga menyarankan agar pemerintah perlu meningkatkan upaya klarifikasi sendiri, selain yang bekerja adalah Mafindo dan media-media, di mana sudah seharusnya pemerintah mempunyai tim besar yang juga melakukan verifikasi.
Suwarmin Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Surakarta menjelaskan bahwa saat ini telah terjadi perubahan landscape media, terutama seiring perubahan teknologi.
Semoga tulisan tentang Ini Pesan PWI Surakarta Jelang Pilkada Serentak 2024, dapat bermanfaat bagi para pembaca, jangan lupa share dan nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id. ***
Editor : Asarela Astrid