SOLO, iNewsbadung.id - Dosen Fakultas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Surakarta, Dr. Ir. Sapto Priyadi, M.P., paparkan kekhawatiran dampak kesehatan Bisphenol A (BPA), yang merupakan salah satu zat kimia yang terkandung dalam plastik dan digunakan pada berbagai produk seperti botol minuman, wadah makanan dan lapisan dalam kaleng makanan.
Menurut Sapto Priyadi, BPA dalam tubuh manusia bisa diekskresikan, namun juga dapat terakumulasi tergantung dari jumlah paparan dan kapasitas tubuh untuk mendetoksifikasi senyawa tersebut.
"BPA yang masuk dalam tubuh, biasanya melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi, serta bisa dimetabolisme liver," ujar Sapto Priyadi.
Dikatakan Sapto Priyadi, ketika di dalam liver, BPA diubah menjadi bentuk yang larut dalam air (BPA glukuronida atau BPA sulfat) melalui proses glukuronidasi atau sulfasi.
Senyawa ini dikatakan Sapto Priyadi diekskresikan melalui urin, di mana BPA mempunyai waktu paruh relatif singkat sekitar empat hingga enam jam di dalam tubuh, sehingga tidak bertahan lama.
Sapto menjelaskan, banyak masyarakat tanpa sadar terpapar BPA setiap hari melalui makanan, minuman, dan produk konsumen lain.
Ditambahkan Sapto Priyadi, paparan yang terus-menerus ini menunjukkan bahwa meskipun BPA telah dihilangkan dengan cepat, tubuh terus terpapar zat-zat baru, sehingga menciptakan keadaan paparan kronis yang dapat menimbulkan efek kesehatan seiring berjalannya waktu.
BPA, disebut Sapto tersedia secara hayati, di mana bisa memasuki aliran darah dengan cepat setelah terpapar, terutama melalui jalur oral, serta mempengaruhi berbagai sistem tubuh, untuk waktu singkat.
Penelitian pada hewan dan beberapa penelitian pada manusia sudah menghubungkan paparan BPA dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk perkembangan dan reproduksi pada anak-anak, obesitas, diabetes dan penyakit kardiovaskular.
BPA bisa meningkatkan penyimpanan lemak dalam tubuh dan mengganggu regulasi hormon yang mengatur nafsu makan dan metabolisme energi, sehingga menyebabkan obesitas.
Lebih parahnya, BPA mampu meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang menyebabkan stres oksidatif dalam sel.
Dikatakan Sapto Priyadi, stres oksidatif didefinisikan sebagai kondisi di mana terjadi ketidakseimbangan antara produksi spesies oksigen reaktif (ROS) atau radikal bebas dan kemampuan tubuh menetralkan dengan antioksidan (endogen maupun eksogen).
"Stres oksidatif dapat merusak DNA, protein dan lipid, yang akhirnya berkontribusi terhadap perkembangan berbagai penyakit, termasuk kanker, penyakit jantung, gangguan neurodegenerative sampai penuaan (aging)," terang Sapto.
BPA mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan reseptor hormon dalam tubuh (seperti reseptor estrogen) dengan jangka waktu singkat, bahkan sebelum dimetabolisme dan dikeluarkan. Interaksi ini dapat menyebabkan respons biologis yang bertahan lebih lama dari keberadaan BPA itu sendiri dan sistem endokrin sangat sensitif sehingga paparan BPA dalam waktu singkat pun dapat menyebabkan perubahan regulasi hormonal, yang mengarah pada perkembangan. Hal ini dapat mempengaruhi berbagai fungsi tubuh seperti metabolisme dan reproduksi.
Ditegaskan Sapto Priyadi, BPA juga dikenal sebagai zat obesogenik karena kemampuannya mempengaruhi diferensiasi sel lemak (adipogenesis) sehingga bisa meningkatkan penyimpanan lemak dalam tubuh dan mengganggu regulasi hormon yang mengatur nafsu makan dan metabolisme energi, yang menyebabkan obesitas.
Dampak klinis BPA sering dikaitkan dengan paparan selama fase perkembangan kritis, antara lain selama kehamilan atau masa kanak-kanak awal.
Pada sistem multiorgan, BPA mempengaruhi berbagai sistem dalam tubuh seperti sistem saraf, sistem imun dan sistem reproduksi.
"Efek pada satu sistem bisa mempengaruhi sistem lainnya, menciptakan dampak kesehatan kumulatif yang mungkin tidak langsung terlihat tetapi berkembang seiring waktu," papar Sapto di kampus UTP, Kamis (29/8/2024).
Sementara penggunaan BPA sudah sejak tahun 1960-an, di mana penggunaan BPA semakin meluas dan mendapat perhatian publik, sehingga dimungkinkan muncul tingkat paparan yang tinggi dan kekhawatiran terhadap dampak kesehatan atau clinic impact.
Semoga tulisan tentang Dosen Fakultas Pertanian UTP Khawatirkan Dampak Kesehatan BPA, dapat bermanfaat bagi para pembaca, jangan lupa share dan nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id. ***
Editor : Asarela Astrid