Melongok Lomba Kebaya Estelu, yang Beda dari Lainnya

SOLO, iNewsbadung.id - Lenggak lenggok para perempuan cantik berlalu lalang di atas catwalk Lomba Kebaya yang digelar di Siti Hinggil Keraton Surakarta Hadiningrat, Jumat (29/13/2023). 

Beragam warna kebaya yang banyak didominasi kebaya kutu baru semakin mempercantik penampilan para perempuan yang sedang berjuang memperebutkan piala juara I, II, III,  harapan I, II dan juara favorit. 

Motik jarik yang dipakai pun beragam, seperti sidomukti, sidoluhur dan lainnya, kecuali motif parang, yang menjadi larangan panitia untuk tidak  digunakan. 

Siti Hinggil yang biasanya sepi dan gelap, berubah terang dengan gemerlap lampu-lampu dan suara gamelan yang ditabuhkan para alumni SMP Negeri 3 Surakarta. 

Sekilas, perhelatan ini terkesan sama dengan lomba kebaya yang digelar lainnya, tapi jika diamati secara mendalam, lomba kebaya nasional dan kreasi hijab ini sangat berbeda.

Jika ditelisik, ada banyak perbedaan dilihat di sini, antara lain, kegiatan ini merupakan kerjasama alumni Estelu (SMP N 3) Surakarta dengan Keraton Kasunanan Surakarta. 

Dalam catatan sejarah, Dra. GKR. Wandansari Koes Moertiyah, M.Pd., Ketua Panitia menyebutkan, jika putra-putri dan cucu Sinuhun Paku Buwana XII,  banyak yang mengenyam pendidikan di SMP N 3 Surakarta. 

Selain itu, SMP N 3 Surakarta merupakan sekolah yang banyak melahirkan seniman dan tokoh terkenal seperti dalang kondang Warseno Slank, GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani, Budi Prasetyo (Ketua DPRD Kota Surakarta) dan Teguh Prakosa, yang kini menjabat Wakil Walikota Surakarta. 

Seperti halnya Keraton Kasunanan Surakarta, Estelu juga memiliki misi melestarikan budaya, sehingga tidak salah apabila kegiatan Lomba Kebaya ini digelar, sekaligus memberikan respon perintah almarhum Sinuhun Susuhunan Paku Buwana ke-10 tentang Rum Kuncaraning Bangsa Dumunung Haneng Luhuring Budaya. 

Perbedaan lain adalah terbuka untuk segala usia, di mana dari pengamatan iNewsbadung.id, seorang perempuan sudah berambut putih pun ikut lomba kebaya ini. 

Perempuan yang diketahui bernama R.Ay. Sri Sukarmi Soemardjo ini sudah berusia 93 tahun, namun dengan percaya diri ikut tampil menyemarakkan Lomba Kebaya. 

Hati-hati, pelan-pelan dan sedikit tertatih, eyang ini berjalan mengikuti irama gamelan, sambil memainkan kipas di tangannya. 

Senyum khasnya terlempar tanpa malu untuk para juri dan penonton yang didominasi alumni siswa SMP Negeri 3, serta pensiunan para guru. 

Usai tampil di atas panggung, secara eksklusif, Sukarmi bercerita pada iNewsbadung.id, bahwa keikutsertaannya karena ingin nguri-uri budaya Jawa. 

Disebutkan Sukarmi, saat masih muda, dirinya sudah terbiasa berjalan di atas catwalk, memperagakan berbagai busana dan mengikuti lomba peragaan busana, termasuk lomba kebaya. 

"Saya sudah terbiasa ikut lomba-lomba seperti ini saat masih muda," terang Sukarmi. 

Menggandeng Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta, Estelu telah memberikan wujud nyata menciptakan simbiosis mutualisme.

Dra. GKR. Wandansari Koes Moertiyah, M.Pd., atau akrab disapa Gusti Moeng mengatakan jika Lomba Kebaya ini dilakukan untuk nguri-uri kebudayaan atau melestarikan kebudayaan, serta mengajak generasi muda mengenakan kebaya. 

"Generasi muda perlu memahami pentingnya menjaga kebudayaan bangsa Indonesia yang adi luhung agar tidak terkikis dan punah," terang perempuan yang akrab disapa Gusti Moeng, saat jumpa pers, Rabu (27/12/2023)

Sementara dr. Chris Susilo, Sp.Rad., Ketua Umum Paguyuban Estelu berharap lomba kebaya bertema Makarti Budaya Hamungkas Warsa 2023 ini mampu menjadi wahana promosi terkait eksistensi kebaya nasional sebagai warisan budaya asli Indonesia. 

Semoga tulisan tentang melongok lomba kebaya estelu, yang beda dari lainnya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, jangan lupa share dan nantikan selalu tulisan lain hanya di iNewsbadung.id. ***

Editor : Asarela Astrid