YOGYAKARTA, iNewsbadung.id - Gereja Kristen Jawa (GKJ) Ambarukmo berdiri megah di Jalan Ampel 4, Papringan, Caturtunggal Depok, Sleman, Yogyakarta, semula adalah salah satu Gereja Pepanthan GKJ Gondokusuman (Sawo Kembar), Yogyakarta.
GKJ Ambarukmo didewasakan pada 17 Mei 1964 dengan pendeta konsulen Pdt. Dr. Harun Hadiwiyono (Alm), sedang tempat ibadahnya masih menumpang di Panti Asuhan Rekso Putro, Ngentak, Sapen, Yogyakarta.
Dilansir iNewsbadung.id dari Sejarah Gereja Ambarukmo, saat didewasakan 59 tahun yang lalu, jumlah warga jemaat GKJ Ambarukmo ada 359 jiwa, terdiri dari 183 warga dewasa dan 186 warga anak-anak, dan saat itu dilayani oleh empat orang tua-tua dan dua orang diaken.
Dua tahun berikutnya, tepatnya tanggal 17 Mei 1966, GKJ Ambarukmo meneguhkan Pendeta Marlan Hardjosuwarno menjadi Pendeta GKJ Ambarukmo yang pertama.
Setahun berikutnya, 17 Mei 1967, GKJ Ambarukmo berhasil membangun Gedung Gereja di atas tanah seluas 1.250 m² di Dusun Papringan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta (sekarang Jalan Ampel No.4, Papringan) atas perkenaan mantan lurah desa.
Pelayanan gerejawi dibawah kepemimpinan Pdt. Marlan Hardjosuwarno berkembang pesat hingga menjangkau wilayah timur Yogyakarta, yaitu di dusun Karangasem, Condongcatur.
Karena letaknya cukup jauh dari GKJ Ambarukmo, dan jumlah warga jemaat terbilang banyak, maka Majelis Gereja memandang perlu mengangkat pembantu pendeta, sehingga majelis pun menunjuk dan menetapkan Yusuf Suratman, S.Th., sebagai pembantu pendeta pada 23 September 1979, namun Yusuf Sutarman, S.Th., kemudian mengundurkan diri karena mengikuti wajib militer dan diangkat menjadi pendeta.
Dalam perkembangan pelayanan jemaat di Condongcatur ini, ada tawaran dari Perumnas Condongcatur yang telah menyediakan tanah seluas 500 m² untuk segera dibangun gedung gereja. Majelis GKJ Ambarukmo pun menanggapi tawaran itu dengan sangat baik dan segera membangun sebuah gedung gereja dengan dana berasal dari swadaya warga jemaat.
Begitu bersemangatnya warga jemaat dengan adanya gedung gereja yang baru, maka meskipun pembangunan gedung gereja belum selesai 100 persen, atas kehendak warga Jemaat serta kesepakatan dengan Klasis Yogyakarta Timur wilayah 7 (Condongcatur dan sekitarnya) pada tanggal 5 Juli 1984, didewasakan dan diberi nama GKJ Condongcatur, dengan warga jemaat 356 jiwa.
Persembahan tanah 1850 m² Warga Dusun dan berdirinya Pepanthan Karangbendo.
Pelayanan Gerejawi GKJ Ambarukmo terus berkembang, kali ini ke arah selatan di Dusun Karangbendo, Banguntapan, Kabupaten Batul, Yogyakarta. Di dusun Karangbendo ini, terjadi peristiwa bersejarah bagi perkembangan GKJ Ambarukmo.
Peristiwa bersejarah itu adalah digerakannya hati dua keluarga di dusun Karangbendo, yaitu keluarga Hardiyono Yoram dan keluarga Drs. Toekidjo.
Kedua keluarga yang memiliki tanah bersebelahan seluas 1850 m² itu mempersembahkan tanahnya agar bisa dibangun gedung gereja. Langkah bersejarah kedua keluarga ini diikuti keluarga-keluarga Kristen lainnya di dusun Karangbendo, yaitu keluarga Handoko Murwitosusanto, Samuel Soeharto, dan keluarga Drs.Toekidjo yang mempersembahkan tanahnya untuk akses jalan masuk ke gedung gereja, selebar 5 meter dan panjang 60 meter.
Peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja di dusun Karangbendo ini dilaksanakan pada 2 Oktober 1983.
Meskipun pembangunan gedung gereja belum selesai seluruhnya, atas usul warga jemaat Karangbendo, gedung gereja tersebut mulai digunakan untuk ibadah Minggu pada tanggal 16 Agustus 1985.
Pembangunan gedung gereja di Karangbendo tersebut menghabiskan dana sebesar Rp25 juta, dan peresmiannya dilaksanakan tanggal 17 September 1986 oleh Bupati Bantul.
Bersamaan itu pula ditahbiskan Yusri Panggabean, S.Th., sebagai Pendeta Pelayanan Umum dengan penugasan pelayanan mahasiswa atas prakarsa Badan Kerjasama Persekutuan Gereja Indonesia Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (BKS PGI GMKI Cabang Yogyakarta).
Pada 1 Agustus 1984, Pdt. Marlan Hardjosuwarno, pendeta pertama GKJ Ambarukmo, memasuki masa emeritus. Sebagai konsulen, yang ditunjuk Klasis Yogyakarta Timur adalah Pdt. Imam Sukarjo, pendeta GKJ Samirono Baru. Selanjutnya pada tanggal 15 Juli 1987, Bambang Subagyo, Sm.Th., ditahbiskan menjadi pendeta jemaat GKJ Ambarukmo yang kedua, dan kemudian melanjutkan studi untuk menempuh program S1 Teologia.
Berdirinya Pepanthan Nologaten
Salah satu wilayah GKJ Ambarukmo yang mempunyai daerah yang cukup luas adalah wilayah enam, yang kebetulan terdapat pendidikan Kristen, yakni PGAK / P (sekarang STAK Marturia).
Melalui Pengurus Yayasan Pendidikan Kristen Marturia, Majelis GKJ Ambarukmo mendapatkan izin menggunakan tiga ruangan kelas untuk dapat digunakan sebagai tempat ibadah Minggu pertama kali tanggal 1 Maret 1986.
Majelis GKJ Ambarukmo pun terus berupaya mengusahakan tanah di sekitar daerah Nologaten untuk dapat dibangun gedung Gereja.
Akhirnya Majelis GKJ Ambarukmo dapat bekerjasama dengan Pengurus YPK Marturia untuk membangun gedung Gereja di lokasi Kampus STAK Marturia di Dusun Nologaten, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta.
Setelah mendapatkan ijin prinsip dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman, acara peletakan batu pertama dilaksanakan pada 12 Juni 1993 oleh Bupati Sleman, Drs. H. Arifin Illyas.
Selanjutnya tanggal 17 Januari 1997, Purwantoro Kurniawan, S.Th., sebagai pendeta dan ditahbiskan pada Jumat 17 Januari 1997, bersamaan dengan peresmian Gedung 3 GKJ Ambarukmo di Nologaten oleh Bupati Sleman.
Dengan dibangunnya Gereja di Nologaten, Sleman, GKJ Ambarukmo memiliki tiga gedung Gereja, yaitu Gedung Gereja satu di Papringan, Gedung Gereja dua di Karangbendo, dan Gedung Gereja tiga di Nologaten, Caturtunggal.
Melalui keputusan Sidang majelis kedua, 17 Januari 2008, penyebutan Gedung Gereja satu Papringan, Gedung Gereja dua Karangbendo, dan Gedung Gereja tiga Nologaten, berubah menjadi Gedung Induk Papringan, Pepanthan Karangbendo, dan Pepanthan Nologaten.
Genap 59 tahun GKJ Ambarukmo pada 17 Mei 2023 nanti, GKJ Ambarukmo benar-benar telah ikut mewarnai dan menjadi saksi dinamika Kekristenan di Yogyakarta Timur.
Dari 359 jiwa saat didewasakan dari GKJ Gondokusuman, kini sudah berkembang menjadi ribuan jiwa. ***
Editor : Asarela Astrid