KARANGANYAR, iNewsbadung.id - ALLAH SWT telah memerintahkan pada Nabi Nuh untuk membuat sebuah bahtera. Atas ijin ALLAH SWT, Bahtera ini yang nantinya bisa menyelamatkan orang-orang beriman dari Adzab ALLAH SWT.
Al-Kisa’i (119 H/737- 189 H/809), ulama dibidang Qira'at al-Qur'an, mengatakan, setelah Allah memberi wahyu kepada Nabi Nuh AS bahwa yang mampu memikul kayu itu adalah ‘Auj dari Kufah ke tanah Hirah, suatu perkampungan dekat dengan Baghdad, maka Nabi Nuh mendatangi ‘Auj dan memintanya memikulkan kayu tersebut untuknya.
‘Auj berkata, “Aku tidak akan memikulnya kecuali engkau mengenyangkanku dengan roti.” Kebetulan, pada waktu itu Nabi Nuh membawa 3 roti dari kacang. Dia memberikan selembar roti itu kepada ‘Auj dan berkata, “Makanlah roti itu!” Melihat itu, ‘Auj pun tertawa dan berkata, “Seandainya roti ini sebesar gunung itu, ia tidak akan membuatku kenyang, apalagi roti ini hanya selembar.”
Mendengar ucapan ‘Auj, Nabi Nuh memotong selembar roti itu dan memberikan kepadanya dan berkata, “Bacalah bismillahirrahmaanirrahiim kemudian makan potongan roti ini.” ‘Auj pun memakannya dan kemudian dia diberi lembaran roti yang kedua. Lembaran roti yang kedua baru setengah, ‘Auj telah kenyang dan tidak sanggup memakan apa pun. Setelah memakan roti itu, ‘Auj membawa semua kayu tersebut dari Kufah menuju Hirah dalam sekali pemberangkatan.
Setelah kayu-kayu tersebut berada di hadapan Nabi Nuh AS, beliau berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana cara membuat bahtera itu?” Maka, Allah memerintahkan Jibril untuk mengajarkannya bagaimana membuat bahtera.
Setelah diajari cara membuat bahtera, Nabi Nuh mengubah kayu-kayu tersebut menjadi lembaran-lembaran; kemudian dia melekatkan lembaran yang satu pada lembaran yang lainnya dan memakunya dengan paku-paku besi.
Dia buat depannya seperti kepala burung merak, belakangnya seperti ekor ayam, paruhnya seperti paruh rajawali, sayapnya seperti sayap burung garuda, dan wajahnya seperti wajah burung merpati. Dan bahtera itu dia jadikan 3 tingkat. Menurut riwayat lain, 7 tingkat.
Ibnu ‘Abbas RA mengatakan bahwa panjang bahtera itu 1.000 siku, lebarnya 600 siku, dan tingginya 300 siku. Menurut sebuah riwayat, Nabi Nuh AS mengerjakan pembuatan bahtera itu memakan waktu selama 40 tahun. Sewaktu mengerjakannya, kaum Nuh suka mengejeknya dan mereka berkata kepadanya, “Hai Nuh, engkau telah meninggalkan kenabian dan beralih profesi menjadi tukang kayu.”
Al-Kisa’i mengatakan bahwa, ketika malam tiba, kaum Nuh suka membawa api untuk membakar kayu bahtera tersebut, tetapi anehnya api itu tidak pernah mampu membakar kayu. Mereka berkata, “Ini karena sihirnya Nuh.”
Ketika pembuatan bahtera mencapai tahap penyelesaian, Nabi Nuh AS memolesinya dengan ter dan aspal; kemudian Allah memerintahkannya untuk memaku keempat sisinya, dan di setiap tempat ditancapkannya paku digambarkan sebuah mata. Nabi Nuh bertanya, “Wahai Tuhanku, apa kegunaannya?” Allah memberi wahyu kepadanya, “Itulah nama-nama sahabat Muhammad. Mereka adalah ‘Abdullah Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali. Bahtera tidak akan sempurna kecuali dengan melakukan hal itu.”
Perintah Allah tersebut dilaksanakan oleh Nabi Nuh dan pembuatan bahtera pun selesai. Kemudian Allah menjadikan bahtera itu bisa berbicara. Ia berkata dengan keras dan orang-orang mendengarkannya, “Tidak ada tuhan kecuali Allah, Tuhan bagi orang-orang terdahulu dan orang-orang yang terakhir. Aku adalah bahtera. Barangsiapa naik ke atasku, maka dia akan selamat; dan barangsiapa menghindar dariku, dia akan binasa.”
Setelah bahtera berhenti dari ucapannya, Nabi Nuh berkata, “Apakah sekarang kalian beriman?” Mereka menjawab, “Hai Nuh, ini adalah karena sihirmu.” Selanjutnya, Allah memberi wahyu kepada Nabi Nuh, “Kemarahan-Ku kepada orang yang menentang-Ku telah memuncak.”
Allah memerintahkan Nabi Nuh AS mempersiapkan makanan untuk satu bulan dan membuat tempat persediaan air tawar di bahtera. Lalu Allah menurunkan untuk Nuh manik-manik dari surga yang bercahaya, seperti cahaya matahari. Dengan manik-manik itu, Nuh akan mengetahui waktu siang dan malam.
Waktu berlalu. Nabi Nuh AS meminta izin kepada Tuhannya untuk melaksanakan haji dan dia pun diizinkan. Sewaktu dia pergi ke Makkah, kaumnya bermaksud membakar bahtera. Maka Allah memerintahkan kepada beberapa malaikat untuk mengangkat bahtera itu antara langit dan bumi. Para malaikat mengangkat bahtera itu dan kaum Nuh menyaksikannya.
Sewaktu berada di Makkah, Nabi Nuh AS melakukan thawaf 7 kali dan di sana dia berdoa agar kaumnya dibinasakan. Doanya dikabul oleh Allah. Ketika Nuh kembali dari Makkah, bahteranya diturunkan kembali ke atas tanah. Kemudian Allah memerintahkannya agar naik ke sebuah gunung dan menyeru dengan sekeras-kerasnya, “Wahai kawanan binatang liar, kawanan burung, kawanan serangga, dan semua yang bernyawa, datanglah kemari! Masuklah ke dalam bahtera! Sungguh, azab sebentar lagi akan terjadi.”
Seruan Nabi Nuh terdengar dari timur hingga barat. Setelah itu, kawanan binatang liar, burung, binatang melata, dan serangga datang berbondong-bondong. Lalu Nuh AS berkata, “Aku diperintahkan untuk membawa dari masing-masing binatang sepasang, jantan dan betina.”
Dia telah diperintahkan untuk membawa semua jenis pepohonan tanpa kecuali. Dia diperintahkan untuk membawa jasad Adam dan Hawa. Lalu dia meletakkan jasad keduanya dalam sebuah peti.
Selain itu, dia diperintahkan untuk membawa Hajar Aswad, tongkat Nabi Adam, yang telah diturunkan kepadanya dari surga, dan diperintahkan membawa tabut, suhuf, dan tali.
Dan manusia yang masuk ke dalam bahtera bersamanya berjumlah 40 orang laki-laki dan 40 orang perempuan. Mereka ditempatkan di tingkat pertama. Tingkat kedua dijadikan tempat binatang liar, binatang melata, dan binatang ternak.
Menurut sebuah riwayat, hewan yang terakhir masuk ke dalam bahtera adalah keledai. Ketika ia mau masuk, iblis memegang buntutnya sehingga ia susah masuk. Sebelumnya Nabi Nuh menyangka keledai enggan masuk karena kehendaknya.
Nabi Nuh berkata, “Hai mal’uun (yang terlaknat), masuklah!” Keledai pun masuk diikuti oleh si iblis. Ketika Nabi Nuh melihat Iblis, dia berkata, “Siapa yang mengizinkanmu masuk ke bahtera ini?” Iblis menjawab, “Engkau yang telah mengizinkan aku masuk. Bukankah engkau tadi bilang, ‘Hai mal’uun (yang terlaknat) masuklah!,’ dan yang memiliki predikat mal’uun secara mutlak tiada lain kecuali aku.”
***
Editor : Dian Burhani